NOW AVAILABLE! "DIALOG BISU"

Sabtu, 09 April 2011

Supermoon


Malam itu mereka menanti sebuah fenomena.
Mungkin cantik bagi mereka, dan sangat dipuja oleh khalayak tanpa berpola pandang.
Benda angkasa pun siap terbunuh oleh popularitas datangnya, mungkin akan sedikit (atau mungkin banyak) menguras emosi untuk cemburu buta.
Bersiap menghunus pedang kedzaliman agar saling bertahan, yang mereka sebut seleksi alam, ya, yang kuatlah yang menang, dan raja.
Masih terdiam lalu menunggu, mereka bertengadah pukul tujuh petang.
Hujan merintik, dan mereka kecewa karena bintang tak tertangkap kasat mata dan yang mereka tunggu tak akan datang.
Delapan belas tahun yang lalu mereka masih satu tahun dilahirkan di bumi, tempat berpijak yang memiliki komposisi terbaik untuk hidup sejagat raya.
Delapan belas tahun sesudah delapan belas tahun yang lalu, mereka khawatir tak dapat memetik pesona indah oleh Sang Maha dalam mencipta sebuah indah.
Menunggu hujan, salah satu dari mereka mulai tersesal, asa lenyap terkubur oleh abu yang baru saja mati oleh apinya dan masih terasa hangat.
Lalu masih menunggu hingga rintik reda dan muncul bintang, namun masih tertutup awan kelabu.
Pukul nol dua tepat dini sampai akhirnya mereka yang bertahan pun temukan indahnya.
Bulan yang sangat munafik berpose indah melewati catwalk mengenakan gaun dari cerah matahari, dan sangat dekat pada pelupuk mata telanjang tanpa teropong.
Bintang hanya tersenyum melihatnya, melihat indah yang palsu namun tetap indah.
Rongga dan cekung permukaan pun terderu hingga menepuk degub jantung.
Itu yang mereka sebut indah, bulan yang indah.
Biasa bagiku.

(Fahmi Rachman Ibrahim, 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar