NOW AVAILABLE! "DIALOG BISU"

Sabtu, 09 April 2011

"Don't Ignore Ourselves!"

Sangat letih kala lagi dan lagi tersakiti oleh runtuhan gedung bekas banjir di Depok tengah malam sesaat, megap-megap berusaha meraih udara sempit di antara air keruh yang meluber dari sungai Tangerang Selatan.
Entah berantah dentuman gempa pengiringnya selalu menghias ukiran apapun yang berornamen khas Tionghoa, lalu terdapat mix dengan bentuk Jawa kuno.
Belum pernah gas radiasi nuklir berhenti mencabik kulit hingga cacat permanen dan mulai teriak.
“Jangan acuhkan diri kami!”
Itu yang terdengar sayup saat tak mau disakiti namun masih menyakiti dengan aliran ombak deras yang harusnya tak mengalir di kemarau ini.
Bukan, ini masih penghujan, lebat.
Dilema apa yang dapat ditulis dengan tinta darah yang disobeknya justru dari telunjuk itu, penunjuk.
Memulai untuk merangkai kata dan memaksa secerca puisi dengan warna merah gelap penanda darah kotor.
Hari ini masih sangat sakit!
Ya terombang-ambing kembali dengan teriakan para korban yang bukan koma.
“Jangan acuhkan diri kami!”
“Kami sakit, tersakiti, dan tidak perlu!”
Itu teriakan.

(Fahmi Rachman Ibrahim, 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar