NOW AVAILABLE! "DIALOG BISU"

Selasa, 31 Juli 2012

Selamat tinggal, Julyus Mariokust


Selamat tinggal, Julyus Mariokust.
Pada beberapa detik yang akan datang, umurmu telah habis.
Beberapa detik lagi, saatnya Robert August yang melangkah tegak.
Silakan menghibahkan satu bulanmu.
Terima kasih atas angka duapuluh yang kauberi di duapuluhempat hari yang lalu.
Sampai jumpa di gerbang yang baru, depan.

(Fahmi Rachman Ibrahim, 2012)

Sebuah Kanvas


Tancapkan pedang rindumu pada hatiku jika memang kaurasakannya. Tancapkan, kuat-kuat. Biarkan aku ikut merasakan sakitnya rindu itu. Apa pedangmu tak terlalu tajam? Atau memang telah tumpul? Asahlah, lalu coba iriskan nadiku agar aku juga paham rasa rindumu. Ada apa? Mengapa? Atau bahkan mungkin kau tak tega menusukku dengan mata terbuka? Perlukah kupinjamkan dasi biruku untuk menutup penglihatanmu sementara? Segeralah. Aku tak sabar ingin mencicipi seberapa perihnya rindumu. Ya, aku ingin membuktikan seberapa mirisnya pecahan-pecahan keping darah yang kausebut terlalu perih, hampir menyerupai borok-borok bekas sayatan.

Minggu, 29 Juli 2012

Malam #random

"Aku bertanya pada malam, apa aku masih hidup? Lalu terjawab lewat sebuah desiran angin yang berarti ini sudah pagi." #random
"Kemudian mulai merintik seberkas gerimis (lagi) dan aku masih diam. Ini gerimis. Ya, memang gerimis." #random
"Lewat sebuah catatan kecil yang kutemukan dalam kaleng berselimut tanah liat yang lembab, dan itulah aku dalam mesin waktu." #random
"INI SUDAH PAGI, DAN INI GERIMIS! Maaf, harus kutulis seperti itu karena mungkin tak terbaca oleh embun." #random
"Tak ada pembandingnya, yang terlihat hanya seberkas pantulan cahaya balmer di antara kabut yang semakin menjulang." #random
"Apa itu malam? Apakah pemisah waktu dan pengubah mimpi menjadi kenangan? Lalu mengapa ada malam jika pagi itu tak pernah indah?" #random


- Authorized by @maskriwul on Twitter's Timeline

(Fahmi Rachman Ibrahim, 2012)

Rabu, 18 Juli 2012

Pagi Ini Gerimis

"They fall in love"
Selamat pagi. Ya, kurasa itu cukup bagus untuk standardisasi sapaan pagi hari. Ini memang sudah pagi, namun masih terlihat gelap.
Kupaksa bangun lalu bergegas membasuh semuanya, tak sangka pagi buta ini hujan, gerimis.
Ah, aku rindu saat ini, hujan ini yang lama tak kulalui meski dulu sering kumaki tiap kali ia datang. Beragam alasanku, kesal karena mengotori sepeda onthel tuaku yang baru kubasuh, membasahi jemuranku, ah banyak.
Aku rindu. Entah, harus kutulis apa lagi pagi ini. Mungkin memang ini pagi yang sama, pasca semalam yang panjang dan melelahkan, hmm, sejujurnya menyakitkan.
Entah mungkin aku kini mulai bangun, aku bangun dan aku kembali seiring gerimis super ringan pagi ini.
Ya, mungkin memang aku baru bangun (lagi) setelah aku mati, bukan tidur.
Selamat datang (lagi), Pagi. Selamat datang (lagi), Gerimis.

(Fahmi Rachman Ibrahim, 2012)

Selasa, 17 Juli 2012

Seduhkan Tehku!


Sudah? Selesai? Sudah selesai menyeduh teh manisnya?
Sudah yakin tehnya manis? Tak ingin tambahkan gula lagi?
Atau mungkin, terlalu manis? Iya, mungkin tawar, kan?
Celupkan seduhannya, angkat, celup, angkat lagi, awas!
Jangan sedikit pun kaubiarkan seduhannya terlalu lama tergenang air!
Tolong, jangan rusak tehku, ehm, atau itu tehmu?
Iya, jangan maniskan atau hambarkan teh (yang entah itu milik siapa) dalam cangkir kuning itu!
Aku mau meminumnya dengan rasa yang pas, benar-benar pas!
Coba periksa, adakah tanda titik di akhir kalimat sepanjang sajak ini?
Iya, itulah mengapa aku tak mau seduhan tehnya terbiar menggenang dalam air!
Rasanya pasti akan hambar sekali, hahaha!

Selasa, 10 Juli 2012

Aku (Masih) Mencari Aku

Malam ini masih sepi.
Masih duduk di antara sunyi-sunyi yang bertolak mesra bersama angin riuh yang datang malam ini.
Lebih kaku dari sebuah jurnal hitam berisi barisan antologi-antologi kegagalan, bukan, itu kumpulan keletihan.
Padahal di antaraku terdengar pecah tawa mantan-mantan orang-orang bodoh yang dulu aku pun ikut dalam kebodohannya.
Yang kutanam masih sepi, ini apa? Malam?
Jujur, ketika kutelusuri jalanan fana berlatar belakang rimba, yang kulihat adalah fatamorgana.

Senin, 09 Juli 2012

(Bukan) Laki-laki Berkacamata


Mataku mulai rabun, mulai gagal kusorot lampu neon yang telah meredup di depan kamarku. Ah, ini terlalu gelap. Pun gagal kucari lilin kecil berbentuk angka dua dan nol bekas tar ulang tahunku beberapa jam yang lalu, meskipun harusnya hanya bersisa dua lilin itu yang bisa kupakai sebagai penerangan. Lalu, aku harus apa?
Kuraba perlahan tiap sudut kamarku, kuraba perlahan meja belajar yang hampir setinggi pinggulku. Tak kutemukan apapun yang bisa kupakai untuk mengubah penerangan. Mulai panik. Kemudian aku mengubah target pencarian, ya, sekarang yang kucari adalah gelas plastik kuning dan sebotol aqua untuk meredakan keringat. Kuteguk, seteguk, dua, dan tegukan ketiga lalu kusandarkan gelas disampingku.
Duduk, aku mulai blank. Coba saja bayangkan, dan juga jika bisa aku bertanya, apa yang harus aku lakukan di suasana pekat ini? Hanya bisa duduk. Warna merah-hitam sprei kasurku tentu ternetralisir gelap. Lagi, kuraba perlahan meja belajar di depanku. Tentu, kucari kacamata yang biasa kupakai saat kupaksa mataku untuk beraktifitas. Gotcha! Secepat itu kutemukan kacamataku demi mempersingkat sajak ini. Kupakai. Tak ada efek signifikan. Tetap saja gelap, dan aku mulai terlihat bodoh dengan memaksa dapat melihat dalam pekat dengan kacamata andalanku.

Sabtu, 07 Juli 2012

Selamat Datang Duapuluh - #SuperSe7en




Baiklah. Duapuluh, dan ini sudah tua.
Itu cukup untuk mengawali semuanya.
Sudah berapa banyak dosa yang terkumpul?
Bagaimana, siapkah memakan najis-najis serta beribu noda yang tertikam dengan sengaja?
Ini sudah renta, cukup dikatakan karena telah berkepala dua. DUA, tidak, aku hanya menegaskan.
Kau pikir, duapuluh adalah tentang kebebasan minum-minum karena telah busuk?
Tak semudah itu, bodoh. Angkamu semakin senja, tidak berarti semakin bebas memakainya untuk masuk ke bar-bar dan menjajakan birahimu untuk pekerja seks itu.
Iya, yang harusnya terjadi adalah kausimpan angka tuamu untuk berdoa, semoga angkamu semakin diberkahi.
Hahaha, kau pasti berakting, ini bukan dirimu!
Segera, segeralah bangkit dari selimut merahmu!
Ini sudah pagi, sudah duapuluh tahun.
Sudah. Sudah. Tak seburuk itu.
Mari memulainya lagi seperti aku memulainya dari nol, meskipun ini sudah duapuluh.
Masih tentang angka tujuh itu.

#SuperSe7en

(Fahmi Rachman Ibrahim, 2012)

Rabu, 04 Juli 2012

Catatan Hari Ini


Selamat petang, Embun.
Sedikit banyak, mungkin aku memahami isi hatimu kini,
jangan lupakan, kita satu.
Meski tak sebanyak yang aku tak tahu, aku mengerti tanpa menebak hatimu gundah.
Ya, sudah lama tak kupakai kata itu,
gundah.
Milikmu dalam pikiranmu sedang runyam,
rentan terhadap malam yang sepi.

Minggu, 01 Juli 2012

Komersial Eksklusif


Sudah sejak lama telah kutinggalkan jejak terakhirku di sudut kebun palem itu,
sejak segala intervensi mulai bereproduksi hingga beribu mata pun kaki tak bergeming untuk dihina
Mana malamku?
Atau, ini pagimu yang kaujanjikan indah itu?
Ah seperti sesuap nasi yang kuteguk di bawah sukun duabelas jam yang lalu,
semuanya lenyap
Pagimu, malamku, mataharimu, bulanku, embunmu, bintangku
Tak ada lagi yang sesuai