NOW AVAILABLE! "DIALOG BISU"

Jumat, 15 April 2011

Dilema Strata Satu (I)


Menyusuri jejak pengenalan pada subuh buta sebelum melangkah dengan berbagai keanehan dan ketidakpentingan yang diwajibkan, konon katanya demi sebuah kedisiplinan dan tanggung jawab.
Memang, namun menyiksa.
Bentakan demi teriakan melengking menggema hingga liur pun tumpah ruah.
Yang tak dapat kutahan adalah emosi karena salah meski tak salah.
Inilah permainan mental.
Tak cukup hanya empat hari yang menyiksa, secara rodi kembali menjalani tiap akhir pekan selama setengah periode penuh.
Namun lagi-lagi aku mengacau, kutebas peraturan yang tertulis dengan darah hitam dari bangkai gagak sore.
Ini yang mereka (para ababil) sebut dunia baru, penuh kebebasan, penuh keriangan.
Padahal hanya kekosongan yang akan mereka temukan atas tanya besar selama dua belas tahun.
Sempat tertatih terlambat saat membopong tanggung jawab besar seorang diri untuk membawa nama-nama calon pemimpin (jadi-jadian) negeri khayalan.
Menangis pada pagi terang, sangat takut akan amarah bodoh dan kumuh yang tak perlu.
Juga akan maju sebagai sinden pria bernyanyi lagu kematian diiringi malaikat pencabut nyawa dengan musik-musik suara asli gumaman mereka.
Semua tertawa, terhibur.
Lalu pada puncak penutup, tersuguh bukan yang terbaik untuk mereka, namun terbaik untuk diri sendiri, terbaik untuk kami.
Meski bukan pemenang.

(Fahmi Rachman Ibrahim, 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar