NOW AVAILABLE! "DIALOG BISU"

Sabtu, 09 April 2011

Dogma

Aku belajar tentang sebuah aturan, bagi hidup, hukum, dan lainnya.
Memang tak mudah bagiku dan telah kutoreh beberapa (dan banyak) salah serta dosa sejak kusebut akil baligh hingga saat masih kuhembus nafas secara gratis.
Sangat tak terdeteksi bahkan aku buta untuk melihatnya secara mata yang tersiram air mendidih dari panasnya lumpur Lapindo yang memanggang beberapa kampung di Porong.
Ya, aku masih tak temukan dosa apa yang telah kubayar.
Lalu kutanya pada seorang Ganang yang kusebut rekan kuliah, apa itu dosa?
Dijawabnya dengan suguhan secangkir kopi (lagi dan lagi) yang pahit, oh mungkin sedikit manis karena kulihat seorang Ajeng di seberang menara itu.
Kuteguk dengan sedikit canda yang tak begitu lucu dari seorang Suluh dan aku masih tetap mencari jauh ke dalam larutan bubuk kopi yang kuteguk panas-panas.
Dosaku telah terlakui saat berlaku sebuah aturan (mungkin aku gunakan kata ini agar tak terlalu resmi, harusnya hukum) hingga kini aku telah berulang dan tetap.
Seorang Fikky sangat terbahak melihatku tersedak keras karena asap kepul dari cangkir yang kusentuh.
Satu-demi-satu hadir dalam benak, aku masih terjebak dalam bimbang mengapa dosaku masih terlakui.
Padahal telah tersurat sebuah ajaran yang lurus tak berbelok meski memaksanya lurus.
Saat segalanya masih bertanda tanya, seorang Tara bergegas menunjuk ke arah tak tentu guna mempertegas apa yang tak akan dipertegas, semakin kutanya.
Tunjukan itu membuat seorang Tri Andi membuat sebuah lelucon, dengan bibir yang khas (tak bisa berhenti berkecap) melukis sebuah haru pada satu dari mereka.
Aku masih diam, bimbang.
Sampai berhenti menulis, tak akan kutemukan apa sebab dosaku meski telah kupaksanya untuk tak datang malam itu, hari itu.

(Fahmi Rachman Ibrahim, 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar