NOW AVAILABLE! "DIALOG BISU"

Sabtu, 09 April 2011

Revolusi

Sangat kuingat kapan kuletakkan sandal terakhirku sejak kubangun rumah-rumahan dari pasir pantai, lalu kutuliskan huruf “U” dan huruf “B” pada bagian depan, atas, tengahnya.
Siang itu sangat riang dalam perih, segar dalam haus, penuh dalam dangkal.
Segala yang kurasa adalah kemunafikan pancaran matahari yang memaksa bintang terkalahkan olehnya di saat teriknya dengan santai bersimpuh dan merokok.
Asapnya pun mulai mengikis lapisan atmosfer yang kian dan kian memupus.
Saat kuberjalan maju, kutoleh belakang dan mulai meninggalkan sandal penuh tusukan yang menusuk telapak kaki dengan jarum suntik bekas sodomi kaum gay di daerah lokalisasi.
Nyelekit yang terasa pada ujung jemari, kuku-kuku kakiku pun terkaku, lalu mulai pilu dan terpaku oleh palu peluh.
Semakin jauh kutinggalkan hingga jeda tiga dalam dua puluh empat jam.
Mulai terasa lega kaki yang telanjang ini, lepas dari segala jarum.
Kutemukan sandal baru yang sangat nyaman saat kupakaikan dengan lembut saat baru kuteguk segelas minuman yang belum pernah kucoba sebelumnya.
Sangat awet kujaga sandal itu, hingga kini aku tak tahu pada siapa lagi berpijak saat sandal itu pernah menusukku.
Apa?
Apa?
Apa?
Perlukah, untuk sampaikan pada pemijak lamanya, saat pemijak lamanya memiliki sandal baru?
Itu sandalku, harusnya tak perlu.
Apa?

(Fahmi Rachman Ibrahim, 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar