NOW AVAILABLE! "DIALOG BISU"

Sabtu, 31 Desember 2011

31 Desember 2011

Aku tidak pernah mau menutup mataku, mencabut satu alis dan mematikan saraf penglihatan dalam beberapa detik

Aku tidak pernah mau menutup hidungku, menyumbat lubangnya dan berganti bernapas lewat mulut

Aku tidak pernah ingin hidup di hari kiamat, karena pasti akan lebih menyakitkan matinya

Aku ingin mati saat ini, agar mengurangi roda dosaku

Apa yang belum bisa kucapai seperti semakin menjauh dan pergi, lebur pada desir anginan malam

Rasanya seperti mati berdiri di tempat aku memangsa darahku, setelah mendengar prioritas utama yang kukira membuat bedebah debu iri pada kita

Tidak seperti yang aku impikan

Aku belum siap untuk meninggalkannya,

meninggalkan

2011

untuk

2012


PS: Selamat jalan, mimpi..


(Fahmi Rachman Ibrahim, 2011)

Selasa, 27 Desember 2011

Oh.. Mek..

Ini bukan tentang kamu. Lagi-lagi selalu kamu menjamur menanti sebuah sindiran dariku yang sok puitis dengan puisi yang kutulis, bukan? Ini bukan tentang kamu!

Di atas nisanmu, puisi ini sengaja kutulis dengan darah bekas sayatan jenuh pada tuhan mata yang merajammu. Dengan memanah utusan warna yang kamu torehkan pada kanvas hitam pagi itu. Jengah?

Sudah pahamkah kamu bahwa pagiku selalu indah dengan ukiran baja di antara lembab embun bukan gerimis pekat seperti di maret itu? Sudah kutinggalkan hinaan bual yang bapak sodorkan sebelum beliau berangkat menuju pabrik sorban, ini tetap tak pernah kutulis untukmu.

Memanah dengan ujung tombak telur berdarah, eh, bukan karena retak hampir pecah untuk embrionya yang baru. Ibu memanen gundah pada genangan malam, tidak setitik pun berhasil dikurasnya karena memang terlalu deras kumpulan-kumpulan rela itu. Di balik sebuah titik, aku mencelamu pada sore, ini jujur.

Aku tak pernah sayang padamu, oh.. Mek..


(Fahmi Rachman Ibrahim, 2011)

Terasa Hambar

Pagi ini tanpa guratan senyummu

Pagi ini tanpa desiran nafas dari dinginmu

Pagi ini tanpa pelukan hangat auramu

Pagi ini tanpa ucapan selamat datang dari kelopak bibirmu

Pagi ini tanpa jengah yang kautinggalkan

Pagi ini tanpa resah yang kaugambarkan

Pagi ini tanpa kenangan semu

Pagi ini tanpa rasa cintaku pada malam yang sebelumnya kubenci

Pagi ini tanpa kamu

Tanpa

Kamu


(Fahmi Rachman Ibrahim, 2011)

Senin, 26 Desember 2011

K I T A


Aku ingin berhenti memanggilmu “dear” di depan namamu

Ya, aku hanya tak mau menyamakan aku dengan masa lalumu

Mungkin kamu bernyatakan aku yang sama, ya, aku hanya tak mau ada yang “sama” dari masa lalu di antara kita, ya, kita itu “kita”, bukan?


Aku ingin berhenti memanggilmu dengan sebutan karakter sebuah film kartun

Ya, aku tahu memang itu bukan favourite-mu yang sebenarnya, hanya karena sebutan (lagi-lagi) masa lalumu

Aku berusaha memberikan sebuah kue tart berbentuk itu di harimu yang lalu

Semua setuju

Namun akhirnya gagal karena tak tahu gagal


Kamu sudah kupatahkan?

Selasa, 20 Desember 2011

Pematah Penamu

Di depan sebuah ruang kosong dengan background yang gelap

Di antara beberapa cangkir kopi, kali ini kopi yang kuteguk bukan hitam

Di bawah jatuhan gerimis angin yang semakin membungkam dingin

Ah, kusorot kopi baruku

Kecoklatan

Berbusa

Choco granule

Aku membenarkan pada guntur

Ini hari ke berapa aku mematikan beku, memuncakkan banjir di atas jurang hampa

Rajin, ya?

Kumatikan segala mood yang sedang di atas kelabu

Jahat!

Aku penjahat?

Atau, pematah?


(Fahmi Rachman Ibrahim, 2011)

Calon Istriku Seorang Wakil Presiden

Aku tidak mampu berkata apapun. Ini sangat berat. Hei, aku bangga! Aku merasa hebat, dia hebat. Sudah berevolusi jauh di atas mimpi. Aku masih konstan.

Calon istriku, wakil rakyat. Lalu, kamu bisa apa?


(Fahmi Rachman Ibrahim, 2011)

Minggu, 18 Desember 2011

(Fake) December

Our nice dream is coming

It is really our ideal dream

Grow up into the betrayal cave and make it to be a big strong stone

The stone protects us from the worst jail

Have you mention about our dream list?

This is really great way, great moment

Yeah, it’s December now, isn’t it?

It’s really great, unfortunately it’s just a dream in the dream


(Fahmi Rachman Ibrahim, 2011)

3D

Aku masih tenggelam di antara darah-darah pemberantasan hampa

Di sana saat aku terpuruk pada risau jengah dengan pisau menggebu, lepas kosong menarik angan

Ini bukan kutulis lagi di atas nisan timbul yang kumaki

Emboss

Itu efek palsu huru jumpa kepada lemah

Kepada malam aku mencaci fana karena aku tak lain tertelan jemu

Inikah yang dinamakan resah?

Ini atau lemah?

Guratan heran pada masa lalu jinak menyapa kaki dengan membasuh pupil mata

Tiga dimensi

Tentang tiga refleksi

Masa lalu

Tidak sama


(Fahmi Rachman Ibrahim, 2011)

Jumat, 16 Desember 2011

Eksekusi

Aku di tengah rakyat jelata yang sedang menggenggam sebuah tomat

Siap melempari aku saat diaba-aba mulai

Harusnya, aku lebih memilih untuk segera lompat dari tali pasung ini

Agar pisau raksasa itu segera memenggal kepalaku

Sejujurnya, aku sudah sangat sakit pagi itu

Ternyata pagi tak seindah yang kupikirkan,

harusnya juga kubenci pagi seperti malam

Aku lebih memilih

Mati


(Fahmi Rachman Ibrahim, 2011)

Kamis, 15 Desember 2011

Th-ur-s-day

Thursday morning.

I hate Thursday as yours. Yes.


Thursday afternoon.

I really hate Thursday like you hate it.


Thursday evening.

I’m sure that I hate Thursday as much as you done


Thursday night.

I prefer to close a couple of my eyes than I said that I hate Thursday same as you.


Thursday midnight.

Bloody damn! I can’t close my eyes, because of the dump moment, Thursday!


(Fahmi Rachman Ibrahim, 2011)

Jumat, 09 Desember 2011

Konstan

Apa ini?

Gerimis, hujan di tengah terik?

Aku semakin dikalahkan air-airnya hingga lekuk jemari yang kuhamparkan tak terlihat

Fatamorgana di atas aspal lenyap, padahal aku suka menipu pengendara-pengendara polusi yang bodoh itu, mereka seakan tergoda oleh segarnya siangku

Ah, entah pagi, siang, sore, petang, atau malam

Aku bukan keledai

Karena pengulangan kesalahanku lebih dari tiga kali

Aku tetap mencintainya


(Fahmi Rachman Ibrahim, 2011)

Kamis, 08 Desember 2011

Tribute to Almarhum Muhammad Dedy Rizaldy


Selamat.

Selamat.

Selamat.

Selamat.

Selamat.

Selamat.

Selamat.

Selamat.

Selamat.

Selamat.

Selamat.

Selamat.

Selamat.

Selamat.

Selamat.

Selamat.

Mengulang sebuah angka lahir.

Meskipun sudah di tempat yang berbeda.

Buku ini untukmu, mengenangmu, Malaikat...


(Fahmi Rachman Ibrahim, 2011)

Rabu, 07 Desember 2011

Nightmare

Seperti sedang tenggelam. Ini persis seperti refleksi tubuhku di depan cermin yang sengaja diretakkan oleh siraman whisky sisa pemabuk semalam, saat ia kalah telak di arena perjudian agama. Frustasi, aku termangu pada titik embun dan hujan yang menetes di daun pandan pagi ini, ini mimpi? Ini mimpi!

Aku tertidur selama 38 jam. Mungkin lebih dari itu, sambil menggerogoti jerami jalang pada kosong, meneguk darah hijau pada fase puncak sebuah kejuaraan kelam. Ini bukan sebuah kemenangan.

Aku tersudut pada dini hari, aku tertutupi oleh kabut dari segala mimpiku di masa depan. Aku tak pernah ingin mengakhirinya.

Ini mimpiku. Lalu aku masih berlari sambil bergerinjang sepi melewati sebuah jembatan jenuh yang dihabiskan perokok-perokok berat dengan napas engah dan enyah. Aku masih berlari untuk penggapaian meski semakin jauh. Masih menghirup dengan sengaja, air sisa embun pagi itu.


Catatan: Ditulis di SCS Universitas Brawijaya, setelah 38 jam itu.

(Fahmi Rachman Ibrahim, 2011)

Selasa, 06 Desember 2011

38 Jam


Untuk 38 jam itu

Aku dan kamu

Aku dan pagi

Aku dan embun

Aku dan sampah

Aku dan dhuha

Aku dan terik

Aku dan siang

Aku dan matahari

Aku dan letih

Aku dan asa

Aku dan sore

Aku dan penat

Aku dan after hour

Aku dan kelam

Aku dan Venus

Aku dan senja

Aku dan jingga

Aku dan kabut

Aku dan dingin

Aku dan beku

Aku dan malam

Aku dan bulan

Aku dan bintang

Aku dan dini hari

Aku dan nol derajat

Aku dan tidur

Aku dan terjaga

Aku dan mimpi

Aku dan kokok

Aku dan subuh

Aku dan fajar

Aku dan embun

Sampai 38 jam berikutnya


PS: Ini hari bahagiaku, namun mungkin bukan untukmu


(Fahmi Rachman Ibrahim, 2011)

Jumat, 02 Desember 2011

Aku Benci (Jika Tidak) Mencintaimu


Aku benci mencintai kamu

Kamu selalu mendominasi segala pikiranku

Selalu mengalihkan segala yang harus kukerjakan

Selalu membuat aku tidak FOKUS!


Aku benci mencintai kamu

Kamu selalu memakan semua organ pencernaanku

Selalu membatalkan laparku ketika bertemu

Selalu menutup kantong haus di tengah hari


Aku benci mencintai kamu

Kamu selalu mencuri sedikit demi sedikit hatiku

Selalu mengambil rajin organ-organ cintaku

Selalu membungkus raga percaya dan membawanya pulang


Aku benci mencintai kamu

Kamu selalu berhasil meninggalkan benih rindu di tengah mimpi

Selalu membuat aku membayangkan bagaimana kecantikanmu

Selalu memaksa mata berhalusinasi melihatmu


Aku benci mencintai kamu

Sialnya lagi, aku lebih benci jika tidak mencintaimu


(Fahmi Rachman Ibrahim, 2011)

Kamis, 01 Desember 2011

Selamat Datang, Desember


Sebongkah sampah dari masa lalu membau busuk dan menerkam hidung

Liriknya semakin basah dan lembab akibat radiasi pagi

Pagi itu beda, sampah yang siap dikemas lalu dibuang tanpa didaur ulang

Sampah itu telah mati, hilang dari fungsi utamanya

Buruk tak sejernih barang baru yang menangguhkan malam,

atas kekuatannya menopang kelabu

Mimpi itu telah jadi sampah

Merekah pada kolom-kolom pembaharuan mental

jenuh mata meranah gerimis


Setitik cahaya dari matahari pagi

Ini masih sedikit fajar, matahari hanya mengintip alam yang masih pulas

Terang, menetralisir segala racun yang memakan hati

para pria-pria hidung belang, pada malam di tiap kabut

Matahari menetralisir kabut pagi, menghilang dari guratan buta

yang melamun di atas permukaan jurang harapan

Penerangan hingga benih terpecah lebur hingga luntur

dan membaur kosong di antara kantong

Ini adalah matahari, penerang kelam


Lalu, akukah sampah, atau matahari?


(Fahmi Rachman Ibrahim, 2011)