NOW AVAILABLE! "DIALOG BISU"

Kamis, 31 Mei 2012

Surabaya Sudah Tua


Sparkling Surabaya - Surabaya Traditional Dance



Persebaya Football Club - Surabaya Best Football Club

Untuk Surabaya
Untuk yang kata mereka tentang kekerasan
Untuk yang kata mereka tentang kekasaran
Untuk yang kata mereka tentang kebrutalan
Untuk yang kata mereka semua tentang keburukan

Untuk Surabaya
Untuk yang kata mereka nilai kota tak berbudaya
Untuk yang kata mereka nilai “Jancuk” adalah sebuah dosa
Untuk yang kata mereka nilai “Dolly” adalah simbol ke-mesum-an kota
Untuk yang kata mereka nilai “Bonek” adalah manusia-manusia gila

Selasa, 22 Mei 2012

Gang Guanhati

Terik sudah berkuasa ketika aku terjaga perlahan, kutengok ke arloji kecil kuning emas yang warnanya sedikit terkelupas dan hampir tak menunjukkan bahwa itu adalah kuning emas, jarum kembarnya menunjuk ke arah yang hampir sama, pertengahan angka sembilan, hanya saja jarum yang lebih muda sedikit mundur di belakang kakaknya. Sudah sangat terlambat untuk bangun dari standard jam aktif, iya, itu aku.
Aku berjalan menuju mimpi dan harapan, itu sudah sebuah rutinitas tanpa bebas yang wajib terjalani. Di tengah terik yang beramai-ramai menarik jakun hingga kering, terlintas sebuah tanya ketika aku sedikit lagi sampai di permukaan sebuah nyata, seberapa besar kekuatanku untuk melindungi pematah-pematah harapan itu? Iya, sering kudapati bangkaiku ketika aku gagal memilih dan selalu (masih) tak bisa mempertimbangkan sebuah (atau mungkin lebih dari sebuah) pilihan. Lalu kemudian aku berandai tanpa logika, seberapa lama aku masih bisa berdiri?

Kamis, 17 Mei 2012

Aku Tuhan

Aku mengaku aku Tuhan kalian,
nyatanya aku tak tahu apapun
Maaf karena aku tak pernah paham
mungkin karena aku tak pernah tahu,
atau mungkin tak pernah mencari tahu?
Aku bukan Tuhan, ternyata aku hampir sadar
aku sama seperti kalian, sepertimu

(Fahmi Rachman Ibrahim, 2012)

Rabu, 16 Mei 2012

Latar


Di tempat ini, di tempat saat ia bertemu laki-lakinya yang ia sebut berkacamata. Kali ini di sudut yang lain, sudut yang baru saja selesai direnovasi. Kami pernah beberapa kali (dan kami sering) menghabiskan waktu sia-sia kami di sini. Iya, saat tempat ini masih baru, mungkin terlalu baru, bahkan listrik dan lampu tak ada satupun yang mengalir. Masih sangat baru.
Berkali-kali orang mencoba mencoba mengalirkan arus listrik charger laptop atau ponsel mereka, selalu nihil karena tempat ini masih baru. Hampir setiap saat kami berlintas di sini, semua kecewa dan mengumpat kecil tanpa suara, hanya gerakan bibir saja. Iya, karena tak ada yang dapat dilakukan di sini kecuali hanya duduk, bercerita, dan itu. Gelap, pekat. Itu yang sering kami lakukan di tempat ini.
Malam ini, aku datang lagi dengannya, dengan seseorang yang kusebut sebagai pagi. Detik ini berbeda, segalanya telah berubah. Tempat ini, kulihat silau dari kejauhan 100 Km. Kutebak, semua mulai berfungsi. Terlihat sangat (lebih) nyaman karena segalanya masih baru, mungkin terlalu baru.
Namun, kami datang tak tepat untuk memerawani tempat ini, iya, ia sedang mengaliri sebuah kesedihan. Sedang jengah terhadap waktu, sejak masa kecil yang belum menemukan cahaya bijaksananya. Ia sedang kelam, hanya butuh relaksasi sesaat.
Sayangnya, malam ini belum tepat.

(Fahmi Rachman Ibrahim, 2012)

Selasa, 15 Mei 2012

Aku (Hampir) Punah


Aku lapar
Sangat
Di mana?
Makanan
Tak kutemukan
Sungguh, aku lapar
Aku pun haus
Minuman
Air
Tolonglah, aku lemah
Aku lapar dan haus
Aku ingin
Inspirasi

(Fahmi Rachman Ibrahim, 2012)

Kamis, 10 Mei 2012

Kolaps (Peluk Aku)


Iya.
Aku sedang kolaps
Tolong bantu aku untuk mengambil langkah dalam pernapasan,
Oh, aku kolaps, tak tahan, rasanya perih, sesak dalam himpitan peluru-peluru tajam
bekas perang dingin antara mimpi dan rencana yang selalu beradu muka, bertabrakan,
Aku tertindas hangat pada keramaian dan keributan polusi-polusi yang aku tak pernah paham,
aku memang tak pernah dipahamkan karena aku awam
Aku tak pernah

Kolaps
Aku tak berdaya dalam tekanan tengah malam
Jera, aku sudah lelah pada lengah yang kutulis dan kususun pelan-pelan
Aku tersesak, aku sesak,
aku sulit meraih oksigen demi oksigen
Aku sedang sesak

Kolaps
Jadi, kolaps itu apa?
Aku tak mengerti artinya, yang kutahu rasanya sesak
Tak seperti biasanya, tak semudah biasanya
Aku hanya ingin kita ambil napas sejenak,
bersama-sama
Iya, kita
Aku bermimpi, sudah lama, bisa berlari dengan tanpa terengah-engah

Kita,
di sana kita yang sedang berlari
lalu berhenti pada satu titik, di ujung tebing itu
Bukan, bukan berhenti untuk apapun,
bukan berhenti untuk keburukan apapun
Kita sedang berhenti,
kita menyapu pandangan ke seluruh sudut, tebing-tebing kecil
langit-langit biru muda yang sedikit (beberapanya tertutup mendung) cerah
Iya, tolong genggam telapak tanganku, rasakan
Beku, bukan?
Aku sedang kolaps
Mati rasa, beku bibir, kaku organ aktif
Aku ingin kamu
Aku sedang sesak, kolaps
Bisa kuminta sebuah tolong,
peluk aku?

(Fahmi Rachman Ibrahim, 2012)

Senin, 07 Mei 2012

Aku, Antonim

Aku di sini di depannya,
namun yang terjadi tak ada dialog satu huruf pun
Itu aturan mainnya
Sayangnya, kita penaat aturan
Jauh lebih sakit saat benar-benar tak bertatap mata
Ah,
Semua mengenaliku dengan kamuflase yang kupunya,
yang menjijikkan
Ah,
Itu bukan aku!
Aku antonim dari semua penyamaran itu
Antonim,
Bahkan untuk melihat matamu, aku takut
Ah.


(Fahmi Rachman Ibrahim, 2012)