NOW AVAILABLE! "DIALOG BISU"

Sabtu, 05 Februari 2011

Sebuah Lantunan Musik yang Segar


Saat kudengar lantunan musik perlahan, track berikutnya adalah lagu itu.
Ya, lagu yang pernah kumainkan bersama beberapa musisi hebat.
Lalu kuterbayang sosok mereka, biasa, dan tak ada yang istimewa.
Sebut kami sebuah lantunan musik yang segar.
Segalanya tak ada yang sempurna, bukan dari segi ahli, namun dari sisi takdir.
Ya, jalan tak selalu mulus, jalan selalu berliku, dan keras!
Yang kurasa adalah bangga, mereka hebat di mataku, dan itulah mereka.
Sebuah kehancuran yang menerpa lalu menusuk nadi seakan berhenti bernapas karena sebuah kesakitan, tak ada dukungan, namun yang ada sebuah cela.
Terpelanting, keras, dan tentu sakit.
Di depan kami berada terdapat sebuah masa yang cerah, namun sekejap tertutup rapat dan hitam.
Semua terisak dalam tangis kegagalan, hanya aku bersusah payah membuang air mata untuk sebuah percakapan.
Lalu kami mencoba sebuah dunia baru, sedikit terang, namun masih tetap hitam.
Telah tertulis beberapa syair, dan tak dipungkiri itulah yang terbaik.
Beberapa waktu kami publikasikan dan memang awan pun ikut melantunkan, ranting bambu seakan ikut menari, bukan oleh angin, namun karena lantunan musik ini.
Aku tak mengerti tak ada hasrat untuk membuatnya lebih bagus, lebih tertata, namun hilang.
Perlahan segalanya lenyap dan tenggelam, dan kami mungkin memang tak pernah ada.
Pernah tercoba untuk bangun dari tidur yang panjang, namun mata masih tak ingin terbuka, dan masih tertidur hingga kini.
Sebuah syair tentang pengkhianatan, tentang kerinduan, dan tentu tentang cinta.
Hilang.
Aku merindu pada lantunan ini, yang segar terdengar di antara angin yang kurasa.
Mungkinkah akan terbangun kembali?
Tidak, mungkin telah tertutup rapat, tak ada lagi semangat, dan masih tertidur pulas.
Ya, itulah sebuah lantunan musik yang segar, yang sempat membuatku melayang riang oleh kebersamaannya.
Empat tahun yang lalu hingga kutulis syair ini.
Mungkin mereka masih tertidur, entah sampai kapan.
Dan aku tak munafik bahwa aku merindu, sangat.
Baiklah, mungkin memang telah mati, tak akan bangun.
Inilah kisahku, mereka, dan tentang sebuah lantunan musik yang segar.
Inilah hari keempat tahun mereka, namun masih tertidur.
Masih.

(Fahmi Rachman Ibrahim, 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar