NOW AVAILABLE! "DIALOG BISU"

Rabu, 16 Februari 2011

Bintang Hangat pada Awaknya


Terukir dalam benak tentang sebuah tulisan.
Satu adalah dari garis hidup seorang kerabat dekat, ia mencinta, merindu, mengharap pada seorang bintang yang harusnya telah ia miliki, namun asanya tertutup oleh kelam.
Bintangnya sangat benderang, menghapus momok hitam yang selama ini dirasa, dan bintangnya adalah bukan pertama.
Ya, memang pertama yang ia rasakan tentang cemburu, kasih sayang, dan penerangan kalbu.
Tak banyak yang dilalui, beberapa bulan yang hanya dirasa satu detik terakhir.
Awal yang sayang lalu mabuk kepayang.
Awal yang bergidik lalu mati terbidik.
Awal yang tersipu lalu hilang dan berlalu.
Apa ini?
Cintakah?
Ah seorang kerabat terlambat menyadari, bahwa inilah cinta, yang belum pernah ia jilat kebutaannya akan kehidupan.
Malam itu ia terjaga, di sampingku.
Ia berkesah pada sebatang ranting yang mulai rapuh, tak mengenal hidup.
Bintangnya, meredup, hilang sebuah benderang yang menghangatkan awak cekingnya setiap fajar menyapa.
Bintangnya, menghilang, bukan bersembunyi di balik pagi, namun memang telah pergi.
Ah seorang kerabat mulai tersakiti, kini lagi.
Sebuah pembeda iman adalah penyebab, lalu jua oleh pendamping bintangnya, yang harusnya telah ia sadari sejak awal.
Inilah untuknya, seorang kerabat yang terduduk sepi pada balkon lantai dua rumahku.
Bisikku bahwa Sang Pencipta adalah Sang Penentu, lalu ia tersenyum, dan percaya apa cinta akan berkata.

(Fahmi Rachman Ibrahim, 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar