NOW AVAILABLE! "DIALOG BISU"

Rabu, 09 Februari 2011

Lalu Kutulis Sebuah Kegundahan Lagi...


Gundah.
Itulah kata favoritku sejak kumulai menulis buku ini beberapa waktu yang lalu.
Lalu kubuka lembar, demi lembar, lalu kututup tanpa kutulis sebuah karangan baru.
Otak kosong tak berinspirasi yang memaksaku berhenti menulis malam ini, meski harusnya kutulis sesuatu yang hendak mewakili gundahku.
Dingin, bekas hujan deras sore itu masih terasa, angin kencang menyepoi turut mengikuti di belakang jejak hujan.
Suasana sore itu seakan membunuh pemikiranku yang gundah, gundah, gundah, gundah.
Entah, enyah.
Aku ingin berbohong pada hati yang sedang pingsan sejenak akibat kelelahan berlari.
Namun tak bisa, aku benci sebuah kemunafikan.
Namun juga tak dapat untuk kuungkapkan jujur pada ranting yang bergerak perlahan oleh angin sepoi lalu.
Janji yang ingin menemani sebuah keriangan hendak membuat aku terbang, lalu melayang, lalu menari bodoh di atas awan, dan jatuh.
Hey, bangun!
Sepertinya telah gugur, ya, gugur.
Sebelum kumenari, aku lengser oleh janji yang lain, ya, gugur.
Ah, napasku mengembun pada cermin di depanku, aku sedikit terluka oleh keguguran yang baru kualami.
Memang sudah tergambar di benak saat sebuah janji tertulis, namun aku hanyalah gundah.
Dan untuk kesekian kalinya, aku lupa, inilah gundahku.

(Fahmi Rachman Ibrahim, 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar