NOW AVAILABLE! "DIALOG BISU"

Sabtu, 12 Februari 2011

Kuingin Lewatkan Halaman Itu, Lagi...

Setelah lama kutenggelamkan cerita itu, lalu tertumpuk oleh lembar lainnya.
Tertelan oleh lembar demi lembar cerita baru yang ditulis hujan dengan ukiran indah, mengalihkan pandanganku sesaat dari kelegaman masa lampau.
Hebat, hujan telah melukiskan senyumnya pada bibirku hingga kuteriak girang dan bangga, bahwa aku memilikinya.
Aku terlarut, menari di antara kaktus yang kusebut mawar.
Segala lembar yang tak kusuka seakan terbakar dan abunya terajak angin melayang.
Hebat, hujan mengganti segala luka sayat menjadi panorama indah menghias lekuk hati yang bahkan aku tak rasakan memilikinya.
Malam ini, kutulis cacatan kecil ini dengan ayah bunda.
Sembari melihat sosok hujan dengan senyum yang kucinta, mereka tersenyum dan berkata, “Indah.”
Lalu terlinang di pipi, aku tak rasakan kelemahanku.
Menangis, dan aku tenggelam dalam terik bulan malam ini.
Galau yang sering kudengar dari bisikan kawan mungkin bukan hal yang mewakiliku, aku berlari mencari apa yang membuat tangisku.
Hmm, kutemukan sebuah kebusukan, dan itulah lembar halaman itu, halaman hitam yang telah terpendam hilang.
Aku tak inginkan ini, namun telah terjadi.
Kala itu, mungkin harus kutinggalkan rintik hujan yang meludahiku dengan beberapa tusukan serta anak panah yang secara tajam menghunus percayaku.
Sekali lagi, ayah dan bundalah pecintanya, hujan.
Merekalah satu dari sebabku tetap meraih titik-titik air hujan, lalu mengemis hina saat kutorehkan luka padanya.
Bukan aku yang bodoh, namun aku hanya mencinta.
Dan malam ini, inginku membuang lembar legam yang kutemukan tanpa kuinginkan, harus kubakar, bukan kupendam.
Lalu hujan berucap pada sela rintiknya, “Jangan berpaling dari hujan.”
Aku, tersenyum, menangis.

(Fahmi Rachman Ibrahim, 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar