NOW AVAILABLE! "DIALOG BISU"

Kamis, 03 Februari 2011

Bunda pada Hujan


Sejak kelebaman dagu yang tertampar amarah, bunda merenung.
Saat bertanya dan kuacuhkan perlahan, bunda tersenyum, mungkin tersentuh.
Masuk ke dalam mata batinku, bunda bertanya pada hati yang tertunduk lesu.
Hatiku diam, namun kutahu bunda mengerti, aku hilang dan mati.
Bunda tersenyum kembali, tak dipaksa aku untuk berhenti menangis, dan bunda menangis dalam batinnya.
Adik, ia bertanya, “Hari ini hujan tak datang, mengapa? Aku rindu.”
Ya, semua merindu pada hujan, yang membiarkan tanahku kerontang kosong dan terterik matahari.
Bunda melihat, mendengar, lalu merasa.
Di tengah malam, kudengar bunda terisak dalam doanya, ia memohon.
Bunda menyayangi, bukan hanya aku, namun padanya, seakan anak kandung.
Bunda menyukai, dan aku bangga pada air mata bunda yang memohon dan mendoakan.
Namun aku tak mau bunda tercampur, aku harus naik ke awan, akan kucari hujan kembali, dan kutarik perlahan air demi airnya agar mau turun ke bumi seperti semula.
Lalu bunda merindu.

(Fahmi Rachman Ibrahim, 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar