NOW AVAILABLE! "DIALOG BISU"

Minggu, 06 Maret 2011

Jendelaku, Sastra

Anti baca adalah motto yang kugapai, sejak kumainkan permen lollipop di bangku taman kanak-kanak.
Ya, aku yang junior adalah bocah kurus, rambut lurus pilah kanan, kulit putih susu.
Terus bermain yang selalu mewarnai pikiran, pikirku aku masih bocah ingusan yang belum waktunya berpikir politik, hanya mobil-mobilan yang pantas kupegang.
Hehehe.
Lalu kucoba untuk mulai beranjak menjadi seseorang yang lebih tinggi, saat tahun memaksa umurku bertambah.
Semakin tua yang kualami tak membuatku membuka sebingkai jendela, yang harusnya dapat membuatku terpana melihat pemandangan dunia fana.
Kerap kali aku diam, apa yang kubuka?
Hari itu kupaksa untuk kubaca, namun otak menolak mentah-mentah untuk aktivitas ini.
Masih saja memerintah untuk main, main, main.
Tidak.
Harus untuk kumulai dari sebingkai jendela di depanku, kubuka perlahan.
Lalu aku tenggelam dalam sebuah kata, sastra, puisi.
Kata terolah dengan sederhana oleh tinta yang kudapat dari bunda.
Semakin terjorok ke dalam jurang ini, aku mulai merangkai, karangan mimpi ingin tergantung pada awan putih kelabu yang menunda panas.
Sastraku adalah indah untukku, sederhana untuknya, dan mungkin buruk untuk Mas Chairil Anwar.
Bukan, bukan hanya aku yang sepenuhnya membuka jendela itu, seseorang yang mendoktrin untuk kutemui sebuah skill yang harusnya kupahami sejak bocah.
Ya, aku?
Sastra.

(Fahmi Rachman Ibrahim, 2011)

1 komentar:

  1. teruslah menggores makna dalam baitmu, yang kau warnai dengan tinta inspirasimu, dan terlukis tegak diantara jajaran karya-karya Sang Pencipta. suatu hari nanti akan kudapati dirimu layaknya mereka kini, yaitu sebagai sang maestro :)

    BalasHapus