NOW AVAILABLE! "DIALOG BISU"

Sabtu, 05 Maret 2011

Catatan Gadis Mungil

Malam, lagi-lagi malam.
Mengapa background yang kulukis selalu malam, dan sedih?
Ah, tak paham, kosong.
Sedikit sesal yang terasa, dan terlalu banyak salah yang terbuat.
Gaduh yang tak pernah terasa penting hingga melukai tiap butir air mata dari gadis mungilku, manisku.
Duh, sampai titik bosan teratas yang ia ujarkan, masih dalam konteks akulah yang menyakiti.
Satu, dua, lima, tujuh, delapan, sepuluh, dua puluh, lima puluh, berjuta.
Masih dan masih.
Gerah olesan balsem pada lutut kaki kiriku pun ikut tertawa, pada aku yang bodoh bukan seperti keledai, namun tentang bagaimana keledai sebagai manusia, dan akulah seekor keledai.
Linu dari dingin mencekam lalu mati rasa, mati karena tangis gadis mungilku.
Memalukan?
Aku, dan dengan bodoh lagi masih selalu memakan simalakama, namun aku bahkan tak ingin menyentuh buah yang membodohiku ini.
Sedikit bosan menulis saat gundah, namun memang yang tergambar adalah itu.
Sebuah maaf telah terucap dan masih menggantung pada layang-layang yang dengan sigap saling sambit demi sebuah kepuasan untuk menang.
Damai, sebuah catatan untuknya.
Itulah harapku, mengisi botol kepenatan hingga penuh dan meluber isinya, lalu kuganti dengan bahagia untuknya, gadis mungilku.
Aku bukan untuk melihat tetesan tangisnya, namun ingin selalu menyaksikan keindahan lesung saat terpampang sebuah senyum kecil, gadis mungilku.
Mungkin harus kuubah, membanting setir pada kesunyian, dan aku harus bisu.
Kadang tak ingin membuat bosan melanda beberapa tembok yang mengokohkan hati, kesunyian akan lakukan itu.
Aku harus sunyi, gadis mungilku, terdiam.

(Fahmi Rachman Ibrahim, 2011)

1 komentar:

  1. sangat suka sama yang ini masbro! tetap berusaha bahagiain mbak Ajeng masbro :)
    t dungakno nganti rabi nggeh :)

    BalasHapus