NOW AVAILABLE! "DIALOG BISU"

Sabtu, 03 September 2011

Di Atas Sebuah Nyawaku

Lalu aku terpuruk di atas peron yang bahkan tak pernah kududuki lagi, terdiam. Kini aku tersesal atas segala tinta yang telah kutumpahkan ke atas kertas folio bergaris milik seorang bapak tua. Aku harusnya tak mengganggu bapak itu sejak datang ke terminal ini. Ia termenung, melihatku dengan iba. Pikirnya, akukah yang hendak menghiburnya dengan tarian-tarian badut seperti di pesta-pesta adikku?

Hahaha, aku ini gila. Namun bapak tua itu masih menggaliku dengan tongkat yang ia genggam. Tongkat itu penyokong tegaknya agar ia tak goyah oleh desiran debu padang gurun yang terik. Tongkat itu dilempar tepat mengenai ulu hatiku dan menghancurkannya. Aku masih bisa bergerak bebas, hanya saja tak bisa berperikemanusiaan lagi.

Pikiranku masih segar, lain dengan hatiku yang telah tersentuh butiran debu sepersekian milimeter, yang tak dapat terkasat oleh mata telanjang. Inikah akhir lirih nadiku untuk berdetak? Aku meronta, menghina, dan memaki pada takdir. Nyatanya ini bukan aku.

“Sejenak cobalah kau pikir, taruhlah bila memang semua ini harus berakhir sampai di sini.. Sejenak memang menyakitkan, aku pun merasakan namun inilah yang terbaik.. Janganlah kau diam, terus berjalan!

Sejenak cobalah kaupikir, secerca harapan kan selalu menemani langkahmu.. Janganlah kau diam, terus berjalan!

Hidup hanya sekali, jangan biarkan menunggu.. Waktu takkan kembali, cinta tak akan mati mengisi relung hatimu meski tak ada lagi cinta seperti yang dulu..

Lupakan semua lukamu.. Lupakan semua yang membuatmu menangis.. Yakinkan senyummu ‘tuk bisa terangi hatimu..”

(Garasi – Hidup Hanya Sekali)


Semoga aku bertahan. Semoga.


(Fahmi Rachman Ibrahim, 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar