NOW AVAILABLE! "DIALOG BISU"

Sabtu, 25 Desember 2010

Enyahlah Aku!

Jantung tersentak dan menjerit saat mendengar guntur menderu pada bumi.
Kukira ia memang sedang marah, atau gundah?
Terpikir segala kemunafikan yang kulihat pada paras-paras di hadapanku, seakan tertawa namun yang terjadi sedang gundah.
Sangat pandai memendam kegalauan hati dengan dua wajah berbeda, namun tetap satu jiwa.
Kupelajari raut mereka, kerut di kening pun meliuk tersentuh rintikan air hujan yang bercampur dengan peluh lari.
Heran, ada apa dengan mereka?
Sangat pandai memendam kegalauan hati, walau adanya tak bermusuhan dengan risau.
Aku mengerti senyuman itu palsu, kulihat tatap mata mereka dari jiwaku.
Segalanya bohong, bahkan terlihat sampai di balik titik-titik hujan yang berebut dengan semangat memijak bumi.
Aku pun mencoba sembunyikan kegundahan yang mendoktrin darah nadi.
Terlanjur, bercampur peluh, kesah, mungkin marah.
Ah, bodohlah aku, bukan ini.
Lalu apa?
Aku bertengadah pada hujan, kurasakan alirannya hingga ke siku kiri, lalu menetes bebas membentur tanah.
Namun masih gundah, diiringi guntur yang bersahutan mendengkur tajam di antara awan hitam.
Entah, enyah dengan aku, aku hina, bodoh.

(Fahmi Rachman Ibrahim, 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar