NOW AVAILABLE! "DIALOG BISU"

Selasa, 21 Desember 2010

Terikat Penat

Kuterkapar di keheningan malam, mata terkunci oleh penat yang mengikat sekujur tubuh.
Akal dan organ tubuh berantakan, kacau.
Terpikir, tak sadar kuterjatuh di kesunyian malam, meremukkan lengan.
Terpikir, noda hitam, kelam, dan jahat yang mencoreng sebuah kisahku.
Terpikir, sebuah serpihan hati yang tercecer, mungkin lenyap karena dunianya.
Terpikir, materi dan dunia yang seakan membunuh pikiran.
Lalu datang sesosok masa lalu yang memberi harapan, namun hanya kosong.
Tak tertinggal sebuah pembebanan dari luar dunia, menyeretku hingga kritis.
Aku mati, tak berfungsi.
Segalanya telah membius sel antibodi, menghancurkan kepingan darah hitam.
Kumuntahkan penatku, asaku.
Aku ingin pulang, ditemani hujan yang mungkin mulai melupakanku.
Hujan tak pernah datang lagi, ya.
Hujan melupakanku, pijakanku berteriak.
Setiap tetesan air hujan mungkin akan gantikan air mata, namun antibodiku tumpah ruah, dan aku tergulai lemas.
Tergeletak bagai tak bertulang.
Sejenak aku menghela nafas, hujan berbisik, “Aku masih melihatmu, belum saatnya datang.”

(Fahmi Rachman Ibrahim, 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar