NOW AVAILABLE! "DIALOG BISU"

Jumat, 04 November 2011

Terakhir


(Mengertilah, R)

Mungkin aku sedang bersalah pada bulan. Kubual dia hingga membangkang ketika malam harus datang. Atau, dia membuali aku yang terpaksa menurut pada malam? Hai bintang, jatuhkan bidadarimu agar aku tak bimbang dalam memilih jalan! Aku telah mengantongi sebuah bintang pijar untuk menuntun jalanku di tiap terjal langkah, untuk menamparku halus saat aku tersandung. Harusnya menolong, mengapa menampar? Oh, mungkin harus jauh lebih mempertegas.

Kupikir ini memang pilihanku, yang jauh terbaik untuk bekal dalam jalanku lurus ke depan. Juga pernah dibisikkan padaku jangan sekali-sekali menoleh ke belakang. Berjalan harus menatap depan, agar tak terjatuh jika tersandung dan terganjal batu dunia. Segala yang membunuh kelu lidahku juga sempat (selalu) dibersihkannya dengan telaten dan tanpa pamrih. Atau aku yang kurang peduli? Lalu apa yang harus kulihat?

Sayang, aku selalu paham apa yang kautasbihkan hanya untuk perlakuan terbaikku. Kaujaga api kecil yang menyalai lilin ini, terang (sedikit) dalam gelap pekat dan angin semilir beku yang meleburkan pompa nadi biru. Sayang, aku tak paham apa yang telah kuiriskan pada lehermu, hingga kau tak lagi bernapas dengan lancar, bibir merahmu membiru kelu tak berucap satu patah pun. Lalu kau berbalik dan menjauh dari mataku. Hey, harusnya jalanmu ke arahku, ke arah yang sama denganku. Kau salah jalan, sayang, kemari dan tuntun aku kembali. Aku, aku sedikit (selalu) rindu pada tuntunmu yang mendorongku menghindar dari lubang jerami di tengah rawa.

Mengapa tetap tak kaupalingkan wajahmu menghadap aku? Ini aku yang merindumu, aku rindu! Mungkin akan sedikit terasa hilang, namun selalu tak bisa (karena aku tak mau) hapuskan jauh-jauh hari yang penuh arti, tentang perjalanan kita. Lalu di mana saja partikel yang pernah kaurawatkan untuk aku? Haruskah kau buang juga di tempat sampah? Aku telah akrab dengan sampah, bau busuknya sangat wangi kuhirup (tanpa terpaksa) di tengah keringat busuk petinggi negara. Aku telah terbiasa, atau aku telah cinta? Sayang, kembalilah!

Aku cinta, kita telah bertemu. Lama. Seperti dulu.


(Fahmi Rachman Ibrahim, 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar