NOW AVAILABLE! "DIALOG BISU"

Kamis, 10 November 2011

Mata (Masa) Lalu


Sore ini aku terpukau, menatap jauh ke dalam matanya

hingga tak berkedip nol koma sekian detik pun

hanya agar tak kehilangan sepeser cahaya pun dari sorotnya

Jauh, kutikam jauh ke dalam matanya

dan tak kulewatkan sejengkal jari pun agar tak tertinggal

oleh mimpinya, cintanya padaku


Juga kuraup beberapa aroma parfumnya yang memaksaku

terpikat pada sepi, tergetar oleh anggunnya senja

Sengaja kuletakkan parfumku sejenis dengannya,

Maksudnya memang agar kami terlihat match satu sama lain


Ia mulai resah, memang, aku memasang mimik yang menakutkan

Aku hanya ingin menang dalam permainan kecil ini, seperti biasanya

ia yang kalah

Memang kuciptakan permainan ini karena aku cinta menatap dan

menangkap cahaya matanya, bukan, yang benar mencurinya

Kutatap setajam belati panas bekas api yang mengganas

jauh dan masih sangat jauh ke dalam matanya

Ia resah, ia menangis!


Lalu ia menangis

Tatapan yang kuciptakan menelurkan ingatannya pada kelam

Pada titik hujan yang mulai turun, ia menangis

Aku terlelap dalam kebersalahanku yang memuncak,

harusnya tak pernah kuciptakan

dan kumainkan permainan bodoh ini, sama sekali tak berguna!


Tangisnya berkecimpung di antara gundah sore

juga di antara hujan yang tak pasti turunnya,

kadang deras, kadang jarang

Ingatannya kembali pada kesakitan beberapa tahun lalu

saat ia terusir dari pikiran kekasihnya, yang ia harapkan

Sakit, dan sangat sakit

Tatapanku sama, persis mati, dengan tatapan kekasihnya yang membunuh

kelu cintanya di beranda rumah


Lalu tertutup pula pintu peminta maaf pada cinta

yang harusnya akan ia lakukan, saat itu

Tatapanku sama, persis mati!

Rasanya mulai hilang padaku, mulai pudar kembali


“Sembuhkan lukaku sesulit kusembuhkan lukaku selama satu tahun! Tolong sembuhkan!”


Aku bukan kekasihnya, dulu

Aku bukan

Ini aku, yang di depannya adalah aku,

yang mencintainya seperti angin di atas kerajaan awan

Air minum penghaus nafsu juga kuderu agar menegaskan hatinya,

penetral tangisnya

Kubelai lembut bibir pucatnya saat beku dalam angin penat di tengah gerimis

dan kusibak rambut merah kuncir kuda lurus bak korden miliknya, ini aku


Ini aku, aku adalah mimpimu, mimpi kita

Masih ingat?

Ini aku, sayang

Aku adalah aku, hanya aku


Jangan hiraukan masamu pada tangismu, ini sekarang, ini aku

Mari, biar kugapai punggung tanganmu

lalu kita berjalan beriringan di tengah terjangan hujan dan terpaan arus banjir

Mari, kita selesaikan dunia ini, kita kibarkan bendera itu di penghujung hidup


Kembalikan hatimu, seperti yang semula kauberikan penuh untukku

Aku hanya bisa menoreh maaf,

meski kautolak karena bukan maafku dan aku tak pernah salah


Aku berhenti, menatapnya

Setidaknya aku tak ingin membunuh hari-hari barunya

hanya dengan sorot tajamku lagi


Aku pasti tetap menatapnya

lewat mata hati


(Fahmi Rachman Ibrahim, 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar