NOW AVAILABLE! "DIALOG BISU"

Selasa, 25 Januari 2011

Akulah Gundah

Aku gundah.
Kupetik sebuah kesalahan dari ranting kesayangannya.
Pernah kuukir sebuah senyum indah, dan itulah caraku mencintainya.
Kurusak segalanya dengan sebilah pedang dusta, lalu aku tenggelam dalam perubahan jiwa.
Tangisnya tak dapat menggapai dan kembalikan asaku.
Tersesal dan tertatih aku melangkah, matahari meredup saat kuseka air matanya.
Aku kehilangan terangnya, segalanya.
Hangat, kini tercekam dingin.
Aku gundah.
Bukan, bukan itu.
Harusnya aku berada dalam panggung kebahagiaan dan melompat girang saat sebuah mukjizat-Nya menoleh padaku.
Ya, ayah melangkah menuju balkon, lalu datang memelukku.
Aku tersenyum, ia tunjukkan padaku sebuah keindahan hati.
Aku adalah ayahku di masa datang.
Mungkin kadang aku tak sanggup mengangkat beban meski dengan tangan utuh.
Namun ia sanggup!
Satu tangan yang tersisa, lalu ia tepis segala kepahitan hidup yang pernah kubuat untuknya.
Ia angkat anganku dengan genggaman lemah, kutatap ke dalam hatinya.
Aku bahagia.
Bukan, bukan itu.
Aku kembali padanya, pada seseorang yang masih menggapaiku.
Tak terbendung tangisnya yang membanjiri kepedihan yang telah ia rasa.
Akulah bodoh, untuknya.
Masih kucoba menggenggam erat titik-titik yang berjatuhan dari kepercayaannya.
Aku gundah.
Ya, kali ini aku sadar.
Masuklah aku pada otakku, lalu bertanya sia-sia.
Tangis yang kujatuhkan menodai kebahagiaanku.
Tidak, inilah bodohku.
Aku pantas, ini tangisku, ini bahagiaku.
Dan malam itu aku menangis.

(Fahmi Rachman Ibrahim, 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar