Selamat pagi, Embun. Cukup lama aku tak menyapamu, mungkin memang lama. Aku sedang sakit dan mungkin memang sedang kritis, aku terancam kehilangan beberapa organ tubuh vitalku; pandanganku mulai kabur dan tak lagi tajam, dokter bilang aku harus mencabut salah satu mataku atau kanker menjalar ke otak lalu aku menjadi mayat hidup; dokter bilang aku sedikit mati rasa, tak bisa lagi merasakan kesensitifan yang digadang-gadang oleh zodiakku sendiri bahwa aku adalah perasa ulung, aku harus mencabut satu-satunya hatiku; aku bahkan hampir tak bisa berpikir sempurna dan kehilangan daya abstraksi padahal ini adalah nilai tertinggi di tes IQ, iya, aku punya daya abstraksi yang terlampau tinggi dan itu hampir mati sekarang, dokter bilang aku harus memusnahkan otakku.
Rabu, 26 Desember 2012
Mayat Hidup
Selamat pagi, Embun. Cukup lama aku tak menyapamu, mungkin memang lama. Aku sedang sakit dan mungkin memang sedang kritis, aku terancam kehilangan beberapa organ tubuh vitalku; pandanganku mulai kabur dan tak lagi tajam, dokter bilang aku harus mencabut salah satu mataku atau kanker menjalar ke otak lalu aku menjadi mayat hidup; dokter bilang aku sedikit mati rasa, tak bisa lagi merasakan kesensitifan yang digadang-gadang oleh zodiakku sendiri bahwa aku adalah perasa ulung, aku harus mencabut satu-satunya hatiku; aku bahkan hampir tak bisa berpikir sempurna dan kehilangan daya abstraksi padahal ini adalah nilai tertinggi di tes IQ, iya, aku punya daya abstraksi yang terlampau tinggi dan itu hampir mati sekarang, dokter bilang aku harus memusnahkan otakku.
Kamis, 01 November 2012
#HaiNovember
"Dropped in the rain." |
"Ini baru memasuki November. Yakin mau segera pulang? Yakin tak mau duduk lagi dan membicarakan hal penting?"
Minggu, 28 Oktober 2012
Sajak Hujan
"Aku sudah pulang, Hujan.." |
Sabtu, 27 Oktober 2012
Sedang Bermimpi
Lalu muncul album re-arrangement ini |
Senin, 22 Oktober 2012
Resolusi Gelas Kaca
Minggu, 21 Oktober 2012
#BubbleGum
#LemonSquash
"Lemon". Sebuah jeruk nipis, tentu tak serta merta rasanya manis, namun juga sedikit asam. Konversi ke kehidupan, hidup tak selalu manis, pasti juga pernah terdapat keasaman dalam hidup. Selain berarti buah, "lemon" jika dikonversi ke bahasa Indonesia berarti "sesuatu yang brengsek". Ada apa dengan "sesuatu yang brengsek"? Iya, cinta memang brengsek, selalu berhasil membuat mata buta dan telinga tuli.
Lalu, ada apa dengan #LemonSquash?
(Fahmi Rachman Ibrahim, 2012)
Kamis, 04 Oktober 2012
Kamu Datang, Kembali
Tak Bersisa
Senin, 17 September 2012
Ah
Selasa, 21 Agustus 2012
Kedai Pertemuan
Jumat, 17 Agustus 2012
Indescribable
Buka Puasa Bersama Kabinet BEM FIB Bersatu 2012 |
Rabu, 08 Agustus 2012
Hedonisme Palsu
Indra - Fahmi - Rochmad - Frizda - Didin Kedai 27 (Burger Buto), Malang - August 5th, 2012 |
Minggu, 05 Agustus 2012
Tahun Kedelapan Tanpa Huruf Kedelapan
House Of Sampoerna - Surabaya (June 6th, 2010) |
Sabtu, 04 Agustus 2012
Tebak, Apa Isi Hatiku?
Kamu |
Selasa, 31 Juli 2012
Selamat tinggal, Julyus Mariokust
Sebuah Kanvas
Minggu, 29 Juli 2012
Malam #random
Rabu, 18 Juli 2012
Pagi Ini Gerimis
"They fall in love" |
(Fahmi Rachman Ibrahim, 2012)
Selasa, 17 Juli 2012
Seduhkan Tehku!
Selasa, 10 Juli 2012
Aku (Masih) Mencari Aku
Senin, 09 Juli 2012
(Bukan) Laki-laki Berkacamata
Sabtu, 07 Juli 2012
Selamat Datang Duapuluh - #SuperSe7en
Rabu, 04 Juli 2012
Catatan Hari Ini
Minggu, 01 Juli 2012
Komersial Eksklusif
Kamis, 31 Mei 2012
Surabaya Sudah Tua
Sparkling Surabaya - Surabaya Traditional Dance |
Persebaya Football Club - Surabaya Best Football Club |
Selasa, 22 Mei 2012
Gang Guanhati
Kamis, 17 Mei 2012
Aku Tuhan
Rabu, 16 Mei 2012
Latar
Selasa, 15 Mei 2012
Aku (Hampir) Punah
Kamis, 10 Mei 2012
Kolaps (Peluk Aku)
Senin, 07 Mei 2012
Aku, Antonim
(Fahmi Rachman Ibrahim, 2012)
Senin, 30 April 2012
Fals
Jumat, 20 April 2012
Pesimistis
Jumat, 06 April 2012
Lilin Kecil
Patah.
Aku tak pernah tahu jika aku adalah lilin kecil yang mereka nyalakan saat listrik mati. Aku tak pernah tahu jika saat itu mereka membakar tubuhku perlahan, lalu menyalakan salah satu temanku yang lain untuk menggantikan aku. Iya, mereka dengan mudah membakar aku dan kami seperti jongos-jongos keluarga elit yang sengaja membakar sampah jika tukang pengambilnya sedang absen karena pura-pura sakit, biasa, sedang malas.
Aku pernah menulis tentang aku bahwa aku adalah sampah, aku adalah sampah, dan aku adalah sebongkah sampah yang tercecer dari truk pengangkut dan diinjak-injak roda-roda itu.
Haruskah aku tekankan lagi? Aku ini sampah! Atau setangkai lilin kecil yang sedang menyala dan tersisa 3/4 bagian saja? Sama sajalah, yang penting aku adalah yang mereka sisihkan, yang mereka pejamkan, yang mereka injak-injak serta jambak-jambak rambutnya.
Aku adalah serpihan-serpihan mimpi yang telah robek satu-per-satu karenanya, ya! Ia telah merobeknya! Aku telah menyerpih, syukurnya adalah karena aku masih bersisa. Sekarang aku menyusun serpihan sampah-sampah dan limbah-limbah lilin itu, aku telah hangus.
Aku pernah punya mimpi, ya, sebelum mereka bakar karena mereka butuh penerangan itu. Aku pernah punya, aku sedikit lupa di mana pernah kutata harapan-harapan itu dengan rapi, kususun berdasarkan abjad-abjad tetesan air mata. Aku pernah punya mimpi, sebelum aku menjadi sebingkai luka dari lilin yang telah terpatah-patah, lalu mati.
Saat itu, aku telah ia miliki. Penuh. Dalam hatinya, aku patah.
(Fahmi Rachman Ibrahim, 2012)
Rabu, 04 April 2012
Mosaik
Aku ini siapa? Masihkah aku tetap sama?
Sama dengan aku yang masih sampah dan bekas
Sama dengan aku ketika masih tak berpakaian dalam dan berdiri di tepi mimpi
Sama dengan mereka di rumah lonte yang menjajakan keperawanannya
Apa aku (masih) sama?
Aku ini siapa? Aku kehilangan aku
Kehilangan ke mana aku bermimpi
Ketika itu aku mengadu pada palang tebing, aku rindu sore
Di tengah peraduan tenggelam matahari pukul enam petang
Di sana aku masih mengais puntung-puntung harapan yang pernah aku gambarkan
Memanfaatkan celana dalam bekas darah menstruasi pekerja seks yang memaksa bekerja
Aku ini (masih) siapa?
Aku rindu
Di alam baru itu, aku membaca pelangi-pelangi yang lebih berfragmen
Di sini lebih bermosaik
Ah, aku tetap aku
Harusnya aku tetap aku
Patahkan aku
Silakan
(Fahmi Rachman Ibrahim, 2012)
Minggu, 01 April 2012
Kalian dan De Javu
Kepada rakyat, kalian beraksi
Merogoh dan merampas yang mereka tinggikan, yang mereka mahalkan
Bukan! Kalian yang membuatnya melambung, kata mereka begitu
Ini tentang kesejajaran dan kesetaraan seperti paparan kalian
Tentang ketinggian rumah sementara hasil uang kami, kata mereka begitu
Lalu apa yang kami tagih? Apa yang ingin kami bantai? Kalian?
Kami rakyat, seperti dari mana kalian berasal dulu, dulu sekali, sebelum dompet kalian jauh lebih tebal dari malam ini
Uang? Mungkin juga banyak kartu-kartu gesek hasil utang negara
Kepada air mata peluh keringat yang kami peras, kalian kreditkan panci-panci stainless steel
Ini tentang apa? Kami bosan berkeringat berteriak menangiskan kepentingan golongan kami
Hmm? Golongan kami?
Ya, golongan kami, bukan semua rakyat, karena mereka bukan golongan kami
Kami rakyat, kami bukan rakyat bebas lepas, kami punya golongan yang mengikat ekor kami
Mengapa kami diikat? Katanya, agar tak lepas kendali saat ingin berekspresi, agar tak labil saat ingin mengambil
Mungkin bukan diikat, kami diwadahi
Kami dijanjikan, kami akan berorasi di depan wakil kami, mmm, namanya apa? Wakil rakyat?
Kami bergolongan
Yang kami teriakkan adalah untuk golongan kami, untuk membesarkan nama kami, ya, setidaknya ada dua per tiga bagian dari teriakan kami adalah untuk rakyat, itu juga setengahnya ikhlas
Orasi yang berisi aksi, orasi yang kata kalian tidak berisi
Memang, saat kalian berstatus sebagai kami, kalian lakukan hal serupa
Berdiri berdesakhimpitan, kepalkan tangan kanan meninju langit, tetes peluh yang mengalir bermerah legam
Seperti itulah kalian, ah, tapi itu sangat dulu, dulu sekali
Kalian sekarang sudah berkemeja, berdasi, juga berjas, dengan Blackberry yang setiap tiga detik berbunyi “ting tung ting tung...” saat paripurna, hahaha...
Diam! Aku malu!
Kalian sudah dipilih,
Ah bukan, kalian yang memaksa kami memilih, dengan iming-iming uang dua puluh ribu perak jika kami memilih, juga minyak goreng, pasta gigi, sabun colek, botol air mineral, semua dipenuhi wajah kalian yang harus kami pilih
Mau memaksa? Atau memang kalian ingin berpartisipasi duduk di ruang panas itu? Sebut saja ruang perdebatan
Yang kalian tangguhkan adalah bahu-bahu itu, nafas-nafas busuk yang menuliskan keribaan
Ya, kalian sudah lupa bagaimana di posisi kami dulu, kan?
Uang berkata!
Kepada kami, seperti masa lalu kalian, aparat-aparat itu mendobrak tubuh kami dengan tank-tank bersenjata
Sudahlah, lupakan saja
Itu hanya masa lalu kalian yang detik ini terlupakan, mungkin tersisihkan
Itu masa lalu kalian sebagai rakyat
Itu juga masa lalu kami, sebelum kami pun terpilih di jajaran kalian sampai saat ini
Ya, kami juga kalian, yang dipaksa mereka untuk keluar
Mereka, rakyat
Masa lalu kita
(Fahmi Rachman Ibrahim, 2012)
Rabu, 21 Maret 2012
Aku Ingin Tabung-Tabung Penggebuk Itu
Hope
Sebuah keinginan yang harus diubah menjadi sebuah keegoisan untuk menambah motivasi pencapaiannya
Sebuah harapan kosong saat sebuah petir datang menyapa, mmm, bukan, tapi memotong jalan menuju ingin terbesarku
Gagal, dan inginkan sebuah testimoni dukungan hampa dari seorang kegagalanku?
Ah, apa yang harus aku impikan? Mungkin terlalu tinggi
Sudah sejak lama aku tanam dan rawat agar saat aku tinggi nanti, bapak dan ibu bisa menepukkan kedua telapak tangan mereka sambil berdiri di depan kursi penonton terdepan setelah melihat aku di atas podium tertinggi di belakang, di antara tabung-tabung penggebuk itu
Ah, aku terlalu tinggi, asaku terlalu hebat
Sudah tiga kali kucoba memulainya lagi, semua gagal
Dan justru saat kumulai hal yang baru aku berhasil
Ini, ya mungkin memang aku hanya bisa ini
Hanya ini
(Fahmi Rachman Ibrahim, 2012)
Sabtu, 17 Maret 2012
Acrostics
Minggu, 04 Maret 2012
Haus
Telah hanyut pada lautan nafsu yang menderu malam. Penghibur-penghibur malam telah terpajang di dalam aquarium raksasa. Siap tersewa, terbeli harga dirinya, namun ia juga dapat kenikmatan tiada tara.
Aku mencintaimu (dengan) (hampir) sempurna. Beda jauh dengan hidung belang berdompet tebal berisi bon-bon makan siang di kantin kelontong. Melupakan sejenak istri mereka. Anak mereka. Ya, mereka, hidung belang itu sedang jajan di luar rumah. Mungkin bosan makan tempe goreng, mereka coba makan junk-food. Nikmat, tapi itu harusnya jadi sampah, merusak semua organ.
Kamu itu menyegarkan, dan memulihkan.
(Fahmi Rachman Ibrahim, 2012)
Kamis, 01 Maret 2012
Random
Bohong
Aku sayang kamu. Bukan karena kemenanganku atas kepatahanmu yang kubuat, bukan karena pengakuanmu di kabisat kemarin, bukan hanya karena kamu sayang aku.
Aku sayang kamu. Tidak hanya di hari spesial satu tahun pertemuan kita, tidak hanya di momen spesial kita, tidak hanya saat kamu katakan kamu sayang aku.
Aku sayang kamu. Meskipun aku kurang percaya adanya hari spesial yang katanya membahagiakan itu. Ya, selalu berujung kurang memuaskan jika aku menganggapnya hari baik.
Aku sayang kamu. Mungkin harusnya kusamaratakan tiap detik. Mungkin harusnya tidak ada hari spesial, setiap detik dengan kamu itu spesial.
(Fahmi Rachman Ibrahim, 2012)
Rabu, 29 Februari 2012
Kabisat
Kamu kalah! Sudah jauh lebih dalam dari patah. Ya, ada ungkapan lain yang lebih buruk dari itu? Aku, aku orangnya, yang akhirnya mematah-pipihkan semua muasalmu dan berhasil membalikkan kenyataanmu sebagai individualis tertutup dan egois perasa pahlawan perasaan. Semua menjadi antonim di tanganku. Kubalikkan. Aku menang. Kamu patah.
Hari ini, menjelang hari empat tahun sekali, kamu telah menyatakan bahwa akulah pengubahmu, pembalikmu, dan semoga akhirnya nanti aku yang jadi imam atas jalanmu. Tidak ingin mengucapkan selamat? HAHAHAHAHAHA. Aku sayang kamu. J
(Fahmi Rachman Ibrahim, 2012)
Minggu, 26 Februari 2012
Malam Itu Benci
Those are the dew in the midnight, cross over the night city park
You couldn’t find what do you need by your breathin’ in the deep ocean
I’m freezing
Di antara sampah-sampah kota yang katamu tak suka kau lihat, berserakan tak karuan
Lalu pada punkers yang menggodamu saat kau berjalan di tempat yang kauanggap karpet merah
Saat itu yang kaugerutukan adalah salah jalan yang aku pilih, nyatanya kau telah percayakan aku sebagai pemilih jalan kita
Dan di bawah kulit terdapat bekuan kabut duapuluhenam derajat tanpa helai rindu sekalipun
Aku tetap tegak, ya setidaknya kau dorong aku untuk tetap bertahan berdiri
Mata itu lagi
Yang selalu aku agungkan di awal pertemuan itu
Di awal aku mulai membenci malam yang katamu aku bodoh
Yang patut kubenci harusnya pagi, karena pagi yang memisahkan kenangan luar biasa di malam hari
Lalu sekarang, sudah paham bagaimana aku membenci malam?
(Fahmi Rachman Ibrahim, 2012)
Jumat, 24 Februari 2012
Reminder
Rabu, 22 Februari 2012
Brown Shoes
Everything which I’m looking is fake
Everytime which I’m wasting is fade
Everywhere which I’m going is flat
Everyone who I’m greeting is fool
So, should I still take a breath? I think my leaves had murdered you and your colony. I had sacrified your blood into deep cave, right? What are you looking for?
These were a brown shoes. Brown and dusty. Could you please heal my destiny? I’m afraid that I can’t follow the evils. They were my first believe.
You couldn’t catch the main point, could you? Those are random writing. Random feeling. I need a smog.
(Fahmi Rachman Ibrahim, 2011)
Jumat, 17 Februari 2012
Seperti Pelangi
Selasa, 07 Februari 2012
#DearDee
#DearTheFirstDee
#DearTheSecondDee
#DearTheThirdDee
You all are good guy for her,
but I,
#DearTheOneF,
nor the best for her,
I’m the last one for the last of her,
Yes.
(Fahmi Rachman Ibrahim, 2012)
Senin, 06 Februari 2012
Seperti Dua Hati
Ada satu
Atau dua
Yang terlihat memang satu
Atau dua?
Harusnya hanya satu
Mengapa seperti dua?
Aku satu
Kamu bukan dua, kan?
Lalu apa yang selama ini datang?
Satu
Atau dua
Yang penting tetap kamu
Dan aku
Bukan lainnya
Yang penting tetap satu
Aku
(Fahmi Rachman Ibrahim, 2012)
Jumat, 03 Februari 2012
Kangen
Sayang, kamu di mana? Aku kangen kamu, aku duduk di sampingmu tapi itu bukan kamu. Itu bukan kamu. Sekali lagi, itu bukan seperti kamu.
Seperti kamu yang pernah mengajarkan aku bagaimana belajar menyukai bubur ayam; kamu yang pernah mengajarkan aku bagaimana belajar menulis, bukan hanya menulis biasa, tapi menulis seperti menggambarkan apa yang sedang aku rasakan; kamu yang pernah mengajarkan aku bagaimana menabung bahkan menghasilkan uang untuk menghidupi aku sendiri; kamu yang pernah mengajarkan aku untuk berpikir (bukan) (sok) dewasa; kamu yang pernah mengajarkan aku mengkoordinasi waktu dan menatanya untuk kerapian hariku; kamu.
Kamu di mana? Aku kangen kamu. Ini kamu, yang duduk di sampingku, tapi ini bukan kamu. Ini bukan kamu. Sekali lagi, ini bukan seperti kamu, sayang.
Seperti kamu yang selalu tertawa lepas saat apa yang kita pikirkan sama; seperti kamu yang selalu tertawa lepas saat aku melakukan hal paling bodoh, menurutmu, ya, dan katamu aku autis; seperti kamu yang selalu (tidak pernah lupa) menggelitik leher belakang atau pinggangku saat aku lengah, lalu aku nggondok sama kamu; seperti kamu yang selalu men-jambak rambutku dengan kekuatan penuh ala Power Rangers hingga aku mulai pusing, tapi aku tak pernah marah, karena memang aku suka; kamu.
Sayang, cepatlah pulang! Aku tidak sedang berbicara pada ragamu, tapi pada jiwamu. Kembalilah, pulanglah ke ragamu seperti biasa. Aku kangen kamu, sayang. Pulanglah!
(Fahmi Rachman Ibrahim, 2012)
Kamis, 02 Februari 2012
Asing
Saat ini, aku hanya bisa memperbanyak produktifitas air mata yang aku sendiri tidak mengerti untuk apa. Aku duduk di sini, di samping pemenang hatiku yang saat ini bahkan ia melihat aku menulis. Namun pikiranku sedang tamang, tidak di sini, bertaburan dan aku kesulitan menangkapnya. Bantu aku, kembalikan aku kepada di mana aku berada di mana aku biasa berada. Tolong, aku terasing meskipun aku di sini, aku sedang tidak di sini.
Apa ini? Tolong sadarkan aku, kembalikan aku menuju kesendirianku seperti awal kulangkahkan ke sini. Aku sudah terkuras, sudah terlepas dari gelak tawa khas yang kumiliki, yang ia suka saat aku berkata, “Apa sih?!’ dengan nada manjaku. Aku rindu, tolonglah, bukankah aku sudah berbuat baik kemarin? Ah, aku lupa, itu kan kemarin. Hari ini aku belum berbuat baik lagi. Ya, sekejap aku berpikir aku harus berbaik hati lagi, juga berbaik sikap agar aku dikembalikan kepada aku di mana aku biasa berada, seperti aku siapa aku biasanya.
Jadi, begini, aku harus belajar menemukan dan mengembalikan siapa aku, seperti biasanya? J
(Fahmi Rachman Ibrahim, 2012)
Minggu, 29 Januari 2012
Melarat atau Konglomerat
Rakyat jelata, rakyat sibuk meminta
Bukan tak pernah ikut mengkritik pemerintah,
namun sudahkah kalian bercermin sebelum berorasi di depan gedung petinggi?
Hidup di bawah garis kemelaratan tidak membuat kalian berbuat lebih suci dari pemimpin-pemimpin itu, pun mereka yang bermewah diri tidak selalu mendosai hati
Di bawah background kemiskinan, yang kalian pilih adalah jalan pintas agar meraup untung berlimpah
Mengakulah, seiring berjalannya senja, berangkat beramai-ramai membohongi diri sendiri dan mencurangi kaum-kaum tak bersalah pada kalian
Sebelum melempar batu ke wajah petinggi-petinggi kalian, ini, aku beri kalian cermin raksasa
(Fahmi Rachman Ibrahim, 2012)
Sabtu, 28 Januari 2012
Cemburu
Ini apa? Aku kehilangan sinarmu malam ini, bulan. Atau karena kamu hanya datang menyabit mendung yang beberapa hari ini sengaja menguasai kerajaan angin. Sedikit kaget, sekitar empat puluh kilometer per jam! Aku terhuyung ke sana ke mari sama seperti saat pemikiranku terarus pada mata air. Aku tak suka menjadi lebih baik dari yang buruk. Ya, aku hanya akan mencintai jika aku menjadi yang terbaik di antara yang lebih baik.
Aku hanya ingin berdiri di antara gusaran debu yang di bawa angin sore ini, ah aku bosan jika hanya bisa memendam rasa pada tanah liat. Kukira tak akan tumbuh meski beberapa hari ini hujan masih turun, meski beberapa waktu terjadi pancaroba sesaat antara panas dan gerimis. Ini apa?
Aku mulai letih ketika mata tak terbendung lagi oleh secangkir, dua cangkir kopi hitam seperti biasa. Aku rindu pada malam itu, ketika kubasuh wajah dengan butiran lembut yang menghitam legam pada malam. Aku cemburu pada bulan yang beberapa hari ini berkuasa tanpa bintang dan lainnya. Aku sedikit tertampar oleh suasana hati yang terdengar risau.
Ini apa? Aku kepada jumlah tetesan darah yang sengaja juga kusayat sore itu. Aku ingin bertanya pada senja, sedang apa dia di sana? Tidurkah? Siapa yang memeluknya di antara dingin matahari malam? Bukankah harusnya aku yang memakan gelap ketika peluru menghunus mata dan mengecup keningmu?
Sayang, aku cemburu.
(Fahmi Rachman Ibrahim, 2012)
Kamis, 26 Januari 2012
Limbah
Sudah beberapa menit sejak aku terinjak ketika aku sedikit tersesak
Ya, sedikit tersesak kataku karena aku tak mampu membuai pagi selayak saat pertama aku tiba
Tak mampu mengindahkan nada pada genting hening malam kosong
Aku hanya ingin berkisah tentang aku lagi, bukan siapapun lagi, bukan tentang peran kedua atau ketiga, namun peran pertama yang kusebut aku
Pada gumpalan maya menatap lantun krusial gundah, lalu aku terpaku, sendu, seperti jingga
Bukan tentang senja! Sudah kujelaskan, bukan, ini hanya tentang aku
Tentang aku yang sedang memilukan jengah pada nusa
Lalu menghempas hela karena duka, aku terpuruk pada elegi fajar!
Ego yang tertanam lalu tersesak hingga meletup-letup kepada butir gemetar
Sudah cukup yang tertanam, lalu menguak tumbuh mengeroyak memecah lapisan gersang yang memaksa amarah
Bisakah aku belajar memakan rerumput fana yang nyatanya rumit?
Ah, aku hanya terpuruk di antara kubangan tambak keruh yang kupinjam dari saudagar sebelah
Nyatanya yang terhirup hanya nitrogen-nitrogen bekas limbah pendustaan kelam, yang memang sengaja kuolah (maksudnya kupaksa, ya, sedikit penekanan) agar terlihat lebih kumuh
Sudahlah, kepada cermin yang kulihat saat ini, kau munafik!
(Fahmi Rachman Ibrahim, 2012)