Sudah beberapa menit sejak aku terinjak ketika aku sedikit tersesak
Ya, sedikit tersesak kataku karena aku tak mampu membuai pagi selayak saat pertama aku tiba
Tak mampu mengindahkan nada pada genting hening malam kosong
Aku hanya ingin berkisah tentang aku lagi, bukan siapapun lagi, bukan tentang peran kedua atau ketiga, namun peran pertama yang kusebut aku
Pada gumpalan maya menatap lantun krusial gundah, lalu aku terpaku, sendu, seperti jingga
Bukan tentang senja! Sudah kujelaskan, bukan, ini hanya tentang aku
Tentang aku yang sedang memilukan jengah pada nusa
Lalu menghempas hela karena duka, aku terpuruk pada elegi fajar!
Ego yang tertanam lalu tersesak hingga meletup-letup kepada butir gemetar
Sudah cukup yang tertanam, lalu menguak tumbuh mengeroyak memecah lapisan gersang yang memaksa amarah
Bisakah aku belajar memakan rerumput fana yang nyatanya rumit?
Ah, aku hanya terpuruk di antara kubangan tambak keruh yang kupinjam dari saudagar sebelah
Nyatanya yang terhirup hanya nitrogen-nitrogen bekas limbah pendustaan kelam, yang memang sengaja kuolah (maksudnya kupaksa, ya, sedikit penekanan) agar terlihat lebih kumuh
Sudahlah, kepada cermin yang kulihat saat ini, kau munafik!
(Fahmi Rachman Ibrahim, 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar