Indra - Fahmi - Rochmad - Frizda - Didin Kedai 27 (Burger Buto), Malang - August 5th, 2012 |
Sudah malam lagi. Kali ini aku urung memakai tanda kurung, seperti biasa kutulis kata “lagi” dalam tanda kurung. Sudahkah habis malam-malam yang sengaja kurelakan kosong dan tergantikan hura-hura belaka? Benarkah? Sudah habis? Padahal aku masih sangat berharap bisa mengunyah dan mengulum Lotte pemberian orang yang tak kukenal di ujung gang gelap itu. Iya, pikirku, aku masih bisa jalan-jalan santai sampai darahku benar-benar dipastikan berganti arus.
Ini sementara, kok. Setidaknya hanya sampai aku bangun pagi dan membuka jendela seperti biasa, lalu menghirup udara pagi seperti di sinetron-sinetron labil anak SMA, kemudian ambil handuk dan masuk toilet, maaf, maksudku kamar mandi.
Masih malam. Tadi hanya sedang berandai-andai saja. Sejujurnya aku masih ingin ajib-ajib sesaat di dalam mobil, enjoy sekali. Bahkan aku lupa bahwa ini bukan rumahku. Ini hanya persinggahan saja. Hanya sekadar hedonisme yang terombang-ambing dalam fatamorgana larut malam dan aku sedang mabuk usai menenggak 3 kaleng Heineken dan hampir setengah bungkus kacang kulit. Dunhill satu setengah pack juga hangus dalam beberapa menit. Rambut telah acakadut, tak karuan. Kacamataku hampir tak kutemukan. Mobil melaju terlalu pelan, atau mungkin karena efek aku sedang mabuk? Sayup terdengar suara mesin yang mewakili spedometer di atas angka sembilanpuluh. Wah, mungkin aku positif mabuk berat.
Aku harus cepat pulang, ini bukan rumahku, ini bukan duniaku. Rehat sesaat telah kupaksa selesai, lamunanku buyar di tengah aspal. Saatnya aku pulang, dan bangun.
(Fahmi Rachman Ibrahim, 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar