Di tempat ini, di tempat saat ia
bertemu laki-lakinya yang ia sebut berkacamata. Kali ini di sudut yang lain,
sudut yang baru saja selesai direnovasi. Kami pernah beberapa kali (dan kami
sering) menghabiskan waktu sia-sia kami di sini. Iya, saat tempat ini masih
baru, mungkin terlalu baru, bahkan listrik dan lampu tak ada satupun yang
mengalir. Masih sangat baru.
Berkali-kali orang mencoba
mencoba mengalirkan arus listrik charger
laptop atau ponsel mereka, selalu nihil karena tempat ini masih baru. Hampir
setiap saat kami berlintas di sini, semua kecewa dan mengumpat kecil tanpa
suara, hanya gerakan bibir saja. Iya, karena tak ada yang dapat dilakukan di
sini kecuali hanya duduk, bercerita, dan itu. Gelap, pekat. Itu yang sering
kami lakukan di tempat ini.
Malam ini, aku datang lagi
dengannya, dengan seseorang yang kusebut sebagai pagi. Detik ini berbeda,
segalanya telah berubah. Tempat ini, kulihat silau dari kejauhan 100 Km.
Kutebak, semua mulai berfungsi. Terlihat sangat (lebih) nyaman karena segalanya
masih baru, mungkin terlalu baru.
Namun, kami datang tak tepat
untuk memerawani tempat ini, iya, ia sedang mengaliri sebuah kesedihan. Sedang
jengah terhadap waktu, sejak masa kecil yang belum menemukan cahaya bijaksananya.
Ia sedang kelam, hanya butuh relaksasi sesaat.
Sayangnya, malam ini belum tepat.
(Fahmi Rachman Ibrahim, 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar