NOW AVAILABLE! "DIALOG BISU"

Sabtu, 07 Januari 2012

Refleksi Infeksi


Aku terinfeksi. Pada darah yang tak lagi merah, pada hujan yang tak lagi deras menghitam angan. Pada mimpi yang tak lagi pecah, pada angin yang tak lagi sepoi. Ini adalah refleksi sumber air yang ia kembalikan pada malam. Senja? Ia tetap berkutat pada sepi, menyusuri langkahku dari balik kaki-kaki patah yang sengaja kuseret. Sebenarnya, aku hanya berbohong. Tak kukatakan padanya bahwa kuhaus atas terik ini, aku hanya ingin bungkam sekali lagi. Iya, ini seperti yang kubaca darinya. Ini refleksi darinya. Ini cermin yang aku bayangkan, sengaja kutekan tombol print screen pada cermin itu, agar refleksinya berhenti, abadi, meskipun aku tengah berpindah jarak. Aku hanya ingin bayangan itu tetap di sana. Konstan.


“Bagaimana bisa aku lupa, sedang getarannya terus mengalir di setiap senti darahku kini. Bagaimana bisa lupa, jika nafasnya ada yang tertinggal di sini, lalu setiap nafas yang kuhirup menyenandungkan getaran itu lagi. Bagaimana bisa kubilang aku menyesal? Bagaimana bisa kubilang aku lepas kendali jika yang kurasa ini refleksi cintaku dan aku sedang sadar seutuhnya. Tak pernah kurasa aku menghindarinya, tak pernah kurasa ada yang hilang, karena tidak pernah ada yang hilang. Ada satu yang justru semakin tumbuh. Getaran itu. Ya Tuhan, butakah aku? Salahkah aku? Bolehkah kulakukan satu pembelaan atas salahku? Atau Kau izinkan aku merasakannya sekali lagi? Akan kubuktikan padaMu, aku cinta. Cinta itu hal yang lumrah, kan? Jadi bolehkah aku merasakan getaran yang sama seperti di detik saat aku seperti terbang ke langit ketujuh bersama dia? Jika Kau izinkan, halalkan aku untuknya nanti. Entah kapan.”


Seperti itu jawabmu pada beku. Pada malam yang kala itu kita jejakkan nafas kita di jendela kamar mayat. Saat kita sedang bersama, bahagia untuk mati.


#np Sherina – Ku Bahagia


(Fahmi Rachman Ibrahim, 2012)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar