NOW AVAILABLE! "DIALOG BISU"

Senin, 04 Juli 2011

Kopi Kapulaga


Sangat menggigil ketika kupijak tengah malam di lima jam keberangkatanku menuju tiga kota penghubung. Bukan, aku hanya sedang dipenggal sebuah kenyataan bahwa frekuensi gelap mataku semakin habis, maka tak lama lagi aku menguning, kembali menjadi patung emas. Sempat kusesalkan saat kutinggalkan pijakan terdahulu hanya karena ego yang mendominasiku, dan kala itu kutemui pengganti kopi malamku. Sebenar-benar aku melayang, tak akan pernah kudapati takdir burukku, selalu tertampar kesakitan yang disuguhkan tiap kaum hawa untukku. Kini mulai ragu untuk percaya pada beberapa kopi biasa.

Lalu malam itu aku temukan menu baru, kopi kapulaga. Hangat tusukannya pada lidah meski terhidang sangat dingin tak seperti kopi hitam biasa. Kuteguk hanya untuk kusembuhkan malamku. Masa lalu, kusesalkan untuk membakarnya hidup-hidup. Aku sedang ditelan dilema, ingin kuulang agar tak ada penyesalan itu.

Kopi kapulaga mengantarku ke atas tebing curam. Semoga tak terjun bunuh diri. Kopi yang tercampur oleh biji kapulaga, mengantarku untuk menahan ego kembali pada masa itu. Semoga tidak. Namun semoga juga iya.



(Fahmi Rachman Ibrahim, 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar