NOW AVAILABLE! "DIALOG BISU"

Rabu, 20 Juli 2011

Ini Bukan Puisi...!

Aku bingung menulis apa malam ini. Bahkan mungkin tak akan ada sentuhan puisi atau beberapa ilustrasi sastra yang biasa kupakai. Benar sekali! Kalian telah menebak, aku sedang budrek, atau bahasa keren jaman sekarang adalah galau. Aku lebih suka budrek, lebih mendalam.


Lalu apa? Saat ini aku sedang menatap langit. Ya, aku sedang di balkon lantai dua rumahku yang notabene belum selesai direnovasi. Aku duduk sendiri, tak ada secangkir kopi seperti biasanya, tak ada makanan sambilan atau makanan pokok sekali pun. Dengung nyamuk yang rajin melewati telinga, juga sesekali mereka hisap darahku. Hei, mereka pesta malam ini. Hehehe.


Kembali ke budrek itu.


Kata mas Rochmad, aku harusnya bisa ikuti hati, jangan pernah bohongi perasaan. Itu kebiasaan lamaku. Dia selalu mengingatkan, padahal aku yang lebih berpengalaman di bidang percintaan. Dia awam. Tetapi bukan di sana point-nya, dia dewasa! Jauh lebih dewasa dan mampu mengalah dari aku. Dia seperti mas kandungku. Tidak memungkinkan aku kehilangan dia.


Kata Nandok, aku harusnya tak sedikit pun menyalahkan pilihan. Baginya, semua pernah salah dan benar. Tetapi dia masih selalu berusaha berpihak untukku meski aku salah, tentunya tetap ingin membenarkan. Usia tak berkata, karena dia notabene dua tingkatan di bawahku. Dia memang belum bisa ber-mainset dewasa, setidaknya dia masih bisa membangunkan aku. Dia seperti adik kandungku. Tidak memungkinkan aku kehilangan dia.


Kata mbak Linda, aku ini cengeng dan lembek sekali. Memang, aku rajin menabung air mata, bukan hanya saat sedih, juga saat bahagia. Lembek sekali, kan? Dia selalu menampar aku dengan caci maki yang hebat. Entah, aku tak pernah semakin mati saat dia mencerca, justru semakin hidup. Meski aku hanya bisa bangun perlahan, setidaknya cercaan itu menjadi makanan pokokku. Dia seperti mbak kandungku. Tidak memungkinkan aku kehilangan dia.


Kata tante Dinda, aku ini kriwul. Ah, itu memang sudah biasa karena semua memanggilku begitu. Bukan itu, dia lebih mengenal kata “kriwul” bukan dari bentuk unik rambutku, tetapi dia mengenal apa yang kuingin. Dia memang baru di duniaku. Dia pengganti teman lamaku, yang mungkin tak akan tergantikan meski kini sudah tak jumpa lama. Dia dukung semua keputusanku meski aku bodoh dalam memilih. Dia yang paling setia menemani dunia galauku. Dia seperti malaikatku. Tidak memungkinkan aku kehilangan dia.


Mungkin pembaca mulai bosan. Tulisan ini useless. Memang. Seperti langit yang sedang kuamati malam ini, datar sekali. Tak ada bintang, bulan pun terlihat samar. Awannya sedikit kelabu, tetapi berlari kencang tertiup angin. Hambar sekali.


Rumah depan, lebih datar lagi. Hanya beberapa jemuran pakaian yang masih basah tergantung di seutas kawat. Rumah tua, kontrakan yang bergilir.


Ini tempat kesukaanku, karena tak ada tempat outdoor yang romantis, atau apalah yang biasa digunakan orang-orang menggalau pada umumnya. Mungkin juga karena aku kehabisan stok tempat-tempat seperti itu. Tempat ini tak kalah hebat. Bisa kulihat langsung view mendung tiap malam yang juga kadang diselingi bintang sesaat. Bagaimana dengan hujan? Ini musim kemarau.


Sedikit semilir angin mulai membuat beban-beban di otak ter-refresh, namun bukan berarti hilang! Hanya sedikit lebih segar. Sudahlah, tak ada gunanya aku menulis. Aku tahu, pembaca tak akan betah untuk membaca tulisanku sampai di titik terakhir dalam paragraf ini. Lalu mengapa kalian masih membaca?



(Ditulis pada tanggal 20 Juli 2011 pukul 01.00 WIB di balkon lantai 2 rumah saya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar