NOW AVAILABLE! "DIALOG BISU"

Senin, 27 Juni 2011

Aku Hanya Ingin Tidur

Aku meragu, pada malam yang telah mendusta demi seonggok nafsu. Berkali-kali kudengar dentang kentongan yang sayup terdengar dari pos satpam blok sebelah, seakan menegaskan bahwa aku harus benar-benar lelap dalam kejayaan bulan. Apa daya, memang tak dapat kubohongi rintik hujan sore ini, meski yang datang hanya seberkas gerimis duka setelah lama kurindu belainya.
Lalu, pada siapa aku berteriak? Kabut malamkah? Atau pada beberapa playlist yang kuputar berulang kali agar tertutup kemunafikanku saat sedang bercengkerama dengan ujung maut? Ah, aku sedikit amnesia pendek saat kucoba menulis namaku di atas sebuah nisan bertema batu alam. Atau aku memang belum siap menyambut maut?
Malam itu aku benar-benar harus lelap, tenggelam dalam kesombongan bulan yang telah membulat tak terhalang awan maupun bintang. Harusnya aku paham bahwa pagi buta nanti akan kugadaikan harga diriku untuk sebuah pidato singkat, demi mendapatkan sebutir nilai jiwa yang tak pernah akan membuat orang tuaku tersenyum sumringah. Meski telah kusiapkan gelak tawa palsu ini, guna memaksa guratan senyum di ujung bibir mereka.
Ternyata aku mulai bangun, karena tiga cangkir kopi yang berhasil mengganjal kelopak mata agar tak pernah surut mengawasi perpindahan gerak bulan, yang perlahan mulai meninggalkan malam, dan menyambut fajar untuk matahari. Harusnya hujanku datang, bukan gerimis seperti sore itu. Harusnya aku tenggelam dalam banjir air mata karena derasnya sodoran semangat. Entah kapan aku akan mampu menangkis ganjalan kopi ini. Entah, apa aku masih bisa bangun untuk kembali menyambut reinkarnasi, semoga tetap utuh menjadi manusia yang bersih.
Dan mungkin aku terlalu lelah menghirup noda hitam saat itu, hujan yang pernah kuceritakan tentang kelegaman airnya, yang tak pernah kusuka. Namun aku terlanjur merangkainya menjadi potongan-potongan kenangan, meski faktanya tak ingin kusibak halaman itu, namun yang ada memang sebuah kenangan kelam.
Malam ini benar-benar tak akan pernah lelap. Aku hanya ingin tidur. Melepas segala bagian tubuh yang kupaksa menempel dengan lem kayu. Aku hanya lelah. Aku hanya tak sehat. Aku butuh istirahat. Benar-benar tidur, panjang.

(Fahmi Rachman Ibrahim, 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar