NOW AVAILABLE! "DIALOG BISU"

Minggu, 12 Januari 2014

Pernah Berkacamata

Sebuah Kedai Makan, Kota Malang, 2014
Aku pernah berkacamata, dulu saat masih rajin aku berduduk rapi dengan pemuda-pemuda nganggur di atas trotoar jembatan. Iya, aku pernah melakukannya. Gila, kan? Aku pernah berkacamata sejak masuk dunia kuliah. Sebuah dunia yang banyak siswanya yang sudah maha sering mengeluh bahwa tugas itu kejam, skripsi itu pembunuh, atau bahkan dosen itu tukang pemberi harapan.
Kuputuskan berkacamata hanya untuk kesehatanku. Kata dokter, mataku berpenyakit langka yang aku sendiri lupa namanya lima menit setelah beliau memberitahuku namanya. Aku suka berkacamata. Imejku pun sekejap menjadi laki-laki yang identik dengan kacamata dan seakan sudah menjadi karakter.

Saat itu aku pernah berkacamata sebelum akhirnya kuputuskan menjatuhkannya ke bawah jembatan tempat dulu aku sering menghabiskan waktu untuk duduk. Tak beralasan memang, hanya ingin membuangnya. Seingatku, itu kacamata ketigaku setelah yang kedua patah berkeping-keping dan yang pertama butut sebutut-bututnya. Kacamata ternyata sudah membunuh imej awalku. Aku terlanjur dikenal dengan kacamataku. Aku mulai risih. Saat itu, aku pernah berkacamata. Saat aku masih segar menulis rasa-rasa hati dan mengumbarnya di media sosial. Ah, menjijikkan memang. Namun itu dulu, saat aku pernah berkacamata.
Saat ini, aku sudah punya kacamata keempatku, di atas meja merah dengan sergapan fragmen cahaya senja sehabis hujan ini. Aku pernah memakainya sesekali sebelum aku benar-benar berhenti. Aku sedang melihatnya di depanku sembari mengingat saat aku pernah berkacamata, dan dengan seseorang spesial di sampingku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar