NOW AVAILABLE! "DIALOG BISU"

Minggu, 15 Mei 2011

Asapku di Antara Bangunan Tua


Bangunan tua, di siang yang mendung.
Matahari tak berdaya saat awan mengelabui kokohnya terik dan hanya bersisa rintik gerimis.
Adakah pelangi yang menyusul kegalauan siang itu?
Masih percayakah pada gumpalan asap yang rajin menemaniku saat amarah sedang meletup-letup?
Lagi-lagi aku dibuatnya naik pitam, oleh mereka yang tua-tua namun berlaku seperti kanak-kanak.
Hebat sekali memancing di antara kolam kepenatan kehidupan Senin sampai Kamis, lalu masih juga menyerang pada hari liburku di Jumat sampai Minggu.
Pahamkah bahwa aku mengantuk meski telah kuteguk lima drum kopi beserta ampas-ampas yang penuh dengan ketidakpentingan?
Ampas itu seraya membuntukan saluran pembuangan di wastafel yang sempat kukucurkan darah nadiku semalam saat aku terjaga.
Ah, lagi-lagi mereka.
Di sela-sela penantian hasil ujian hidup yang menentukan harga diri, mereka sangat bebas mengepulkan asap rokok pada paras cekingku.
Aku tertawa, sembari kutelan hidup-hidup asap mati itu hingga tersedak dan kelopak mataku hampir melompatkan diri.
Mereka tampar aku dengan judgement-judgement (lagi) yang mereka tak pernah pikirkan bagaimana saat menjadi pengemis yang harus tetap meminta-minta meski hujan telah deras menyerbu aspalan kota.
Mereka.

Di bangunan tua ini, sedikit kudengar bisikan-bisikan mendesah yang saat kutoleh lenyap tak berjejak.
Di atas atap, kulihat istriku asyik bercumbu dengan kamera dan talent yang tak kukenal.
Di sampingku, tadi, satpam penjaga sangat asyik bermain telepon genggamnya yang notabene lebih canggih dari punyaku.
Sesekali kusuguhkan rokok untuknya, seakan ingin kubagi penatku lewat kepulan asap itu.
Juga sesekali ia menawarkan aku untuk mengikuti istriku, kujawab, aku tak mengerti fotografi.
Ya, aku hanya pecundang sastra yang tak disukai semesta.
Istriku dan teman-temannya yang tak ia kenal sangat sibuk saling bercumbu dengan latar dan cahaya yang pas, aku?
Hanya terduduk di depan buku ini sambil sesekali kugores untuk melampiaskan di antara asap-asapku.
Kudengar bisikan itu lagi, sesekali gesekan orang yang sedang menyapu daun-daun guguran pohon tua.
Ah, tak akan pernah berhenti.

(Fahmi Rachman Ibrahim, 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar