NOW AVAILABLE! "DIALOG BISU"

Selasa, 30 Agustus 2011

Kamu Tidak Ada

How could you make me proud?
You were nothing.
In fact, you were nobody since I met you last year.


Lalu bagaimana aku membuatmu tersenyum?
Haruskah dengan menjadi pemenang di ajang pemilihan sesuatu,
Atau menjadi seorang presiden mengalahkanmu,
Atau mendapatkan uang berlipat-lipat Rupiah?
Bagaimana?

Tidak, kamu hanya perlu mati.


(Fahmi Rachman Ibrahim, 2011)

Senin, 29 Agustus 2011

Obat Itu Pahit

Sakit itu gak enak banget, ya.
Badan lemas, gak ada tenaga, kepala pusing, kadang juga kedinginan.
Yang aku ceritakan tentang sakit fisik, bukan sakit hati atau galau atau lain sebagainya.
Aku gak suka galau-galau lagi.
Batuk, pilek, influenza berkepanjangan, demam, badan cuma 25% aja.

Ke dokter?
Aku paling benci ke dokter, itu akan semakin membuat aku kelihatan lemah.
Dokter itu bukan sakti karena bisa tahu obat untuk segala penyakit.
Mereka cuma menerka-nerka.
Ya, untuk pemberian resep pertama, mereka hanya menebak apa penyakitnya berdasarkan wawancara dengan pasiennya.
Pemberian obat pun cuma coba-coba, tentunya dengan dosis yang sangat rendah.
Kalo cocok, barulah dosis diperbanyak.

Beli obat di apotek?
Ah, aku benci obat.
Obat itu rasanya gak enak, pahit banget.
Obat yang manis?
Tetap aja itu obat, rasanya gak enak.
Aku gak suka obat, mendingan aku sakit terus aja, nanti juga sembuh sendiri.

Aku bisa sembuh tanpa ke dokter.
Aku bisa sembuh tanpa minum obat.

Aku cuma butuh kamu.


(Fahmi Rachman Ibrahim, 2011)

Minggu, 28 Agustus 2011

Durhaka

Kau tahu?
Mengapa aku selalu bisu?
Kau tahu?
Mengapa aku tak pernah bergeming?
Aku hanya akan masuk ke dalam sumur penuh buaya, karena tak pernah dapat selamat dari maut.
Lalu sekarang?
Ya, aku hanya berpura-pura selamat.
Napas yang kuhirup juga maya sekali.
Kau hakimi aku bejat, kau torehkan nama busuk untuk nama belakangku.
Nyatanya dalam cerminmu, aku memang seperti itu.

LALU APA YANG SELALU KULAKUKAN TAK PERNAH KAU LIHAT?
TAK PERNAH KAU RASA DAN RABA?

Lihat, lihat dengan kelopak mata hingga hampir mencuat dan melompat keluar dari mata!
Ragaku melemah, menurun, mulai mengais tiap butir pasir untuk makanan penguat.
Ini aku yang sedang terpuruk, butuh kau!
Kau berkata aku tak berdaya, tak berguna?
Nyatanya memang aku begitu dalam cerminmu.
Selalu begitu tak akan pernah kauubah cara pandangmu.

Aku mungkin bukan.
Ya, bukan anakmu.

(Fahmi Rachman Ibrahim, 2011)

Jumat, 26 Agustus 2011

Ego


“Apa sih?”
“Apanya?”
“Kamu itu lho ngapain?”
“Aku? Ada apa?”
“Kamu itu!”
“Aku kenapa?”

“Tolong berhenti memakan ranting tubuhku perlahan-lahan
Aku mulai rapuh saat tertiup angin sepoi
Ya, meskipun hanya sepoi
Memang sudah tersisa ranting kecil yang mulai lapuk
Mungkin pengaruh embun yang sejuk”

“Apa kamu masih ingin merajut mimpimu di atas keringatku?
Jika iya, tolong hentikan perlahan
Perlahan, jangan tergesa!
Aku tak pernah mau kamu sakit, karena sakitmu menular
Tolong!”

“Kamu ingin aku menghapus wajahku?
Meratakan bentuk tubuhku dari bongkahan aspal-aspal roda kehidupan?
Atau kamu ingin aku menelan kulit landak dan tersedak darah?”

“Dasar bodoh!
Aku hanya ingin kamu mati
Kamu fiksi
Aku nyata...!”

(Fahmi Rachman Ibrahim, 2011)

Senin, 22 Agustus 2011

Dedy Rizaldy


Malam ini aku datang
Ingin berkunjung ke alam lain, aku bermaksud bertemu dengannya
Ya, terakhir kali mungkin sudah sangat rentan
Yang aku sesalkan adalah tidak adanya pendistribusian raga matang ke tubuhnya
Pecah seketika saat ia diapit dua benua

Mungkin saat ini tak langsung pergi karena ia masih berdetak
Masih berkata
Masih bisa mengeluh
Masih mengucapkan dzikir khofi di dalam sisa hatinya
Masih penuh optimis bisa melewati perih itu

Tiba-tiba sekelilingnya menjadi terang
Di antara gelap
Ia masih tersenyum dengan ejekan seperti berkata:
“Aku beruntung pergi malam ini. Apakah kau iri?”
Sejujurnya aku memang iri
Ia bukan beruntung, ini memang takdirnya

Dengan sebuah cahaya horizontal ia lewati
Malam itu dengan segala kemuliaan
Sangat mulia
Aku yakin ia pergi dengan berjuta hawa sejuk
Bahkan aku bersedia dipasung jika itu tak benar

Semua merindukan
Semua terisak dalam
Semua berusaha ikhlas
Semua tak mau ia pergi
Mungkin karena terlalu cepat

Untuk seorang saudara sepupu, sahabat karib, teman bermain, teman seperjuangan saat kecil
Seseorang berhati kocak
Seorang Dedy Rizaldy

(Fahmi Rachman Ibrahim, 2011)