Bangunan tua, di siang yang mendung.
Matahari tak berdaya saat awan mengelabui kokohnya terik dan hanya bersisa rintik gerimis.
Adakah pelangi yang menyusul kegalauan siang itu?
Masih percayakah pada gumpalan asap yang rajin menemaniku saat amarah sedang meletup-letup?
Lagi-lagi aku dibuatnya naik pitam, oleh mereka yang tua-tua namun berlaku seperti kanak-kanak.
Hebat sekali memancing di antara kolam kepenatan kehidupan Senin sampai Kamis, lalu masih juga menyerang pada hari liburku di Jumat sampai Minggu.
Pahamkah bahwa aku mengantuk meski telah kuteguk lima drum kopi beserta ampas-ampas yang penuh dengan ketidakpentingan?
Ampas itu seraya membuntukan saluran pembuangan di wastafel yang sempat kukucurkan darah nadiku semalam saat aku terjaga.
Ah, lagi-lagi mereka.