NOW AVAILABLE! "DIALOG BISU"

Selasa, 31 Juli 2012

Sebuah Kanvas


Tancapkan pedang rindumu pada hatiku jika memang kaurasakannya. Tancapkan, kuat-kuat. Biarkan aku ikut merasakan sakitnya rindu itu. Apa pedangmu tak terlalu tajam? Atau memang telah tumpul? Asahlah, lalu coba iriskan nadiku agar aku juga paham rasa rindumu. Ada apa? Mengapa? Atau bahkan mungkin kau tak tega menusukku dengan mata terbuka? Perlukah kupinjamkan dasi biruku untuk menutup penglihatanmu sementara? Segeralah. Aku tak sabar ingin mencicipi seberapa perihnya rindumu. Ya, aku ingin membuktikan seberapa mirisnya pecahan-pecahan keping darah yang kausebut terlalu perih, hampir menyerupai borok-borok bekas sayatan.

Atau mungkin, aku yang terlalu tak memahami seberapa takutnya hatimu agar tak terlihat bagaimana sakitnya rindu yang masih kaupendam? Atau bahkan telah kautumpahkan di atas kanvas lanskap keabu-abuan dengan penamu yang katanya telah habis tintanya itu? Segeralah. Aku menunggu jawabanmu. Aku menunggu kau yang kausebut kau sedang menunggu aku di tempat biasa kita berkumpul dengan malam. Kau atau aku yang menunggu? Atau kita saling menunggu?
Aku takut aku akan lelah kemudian kuminum air-air kubangan untuk melunasi dahagaku, setidaknya itu lebih baik daripada kuminum kembali tetesan keringat dari dahiku. Ya, memang, mungkin sedikit lebih berasa keasaman. Tetapi itu belum mewakili pekatnya rindumu, kan? Aku yakin memang belum tergambarkan. Lalu aku harus apa? Segeralah. Beri aku sedikit informasi akurat tentang bagaimana aku harus membayar rindumu, meskipun bukan lewat pedang, juga mengiris nadi, namun aku masih menunggu bagaimana aku harus berbuat.
Ini, kuberikan catatan kecil. Mungkin lebih tepat jika aku hanya menitipkannya, tuliskan apa yang ada di benakmu tentang rindumu, entah apapun dan siapapun yang menjadi objeknya. Tuliskan tanpa sensor satu karakter pun. Aku menunggunya untuk kaukembalikan ke rumah bawah tanahku di depan perapian kamarmu. Aku tunggu. Sayang.

(Fahmi Rachman Ibrahim, 2012)

4 komentar:

  1. Saya ga tau mau komentar apa. Ini pertama kalinya saya ngebaca tulisan mas sampe selesai. Waktu pertama kali datang ke blog ini saya ngebaca sekedar lewat dan itu udah ngebuat saya berkomentar "Oh, tulisan-tulisannya menarik sekali." Dan komentar itu berubah menjadi "AWESOME AWESOME" pas ngebaca sampe habis. Keren. Banget, Mas. Padahal biasanya saya suka ngasih komentar sampe panjang lebar kali tinggi hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wow wow wow terimakasih banyak atas segala caci makinya. Hehehe...
      Sangat tersanjung dengan komentarnya yang benar-benar pedas. Salam hormat dari sesama blogger. Hahaha... :)

      Hapus
    2. Ahsgsywwpalahsya kalau ngeliat tulisan mas saya jadi ngerasa ga pede sendiri ngaku suka nulis. Saya masih harus banyak belajar =))

      Hapus
    3. Sejujurnya saya juga masih belajar. Tidak pernah berhenti belajar untuk menjadi seseorang yang lebih baik. Keep blogging.. :)

      Hapus