NOW AVAILABLE! "DIALOG BISU"

Kamis, 01 November 2012

#HaiNovember

"Dropped in the rain."

"Ini baru memasuki November. Yakin mau segera pulang? Yakin tak mau duduk lagi dan membicarakan hal penting?"
"Apa harus selalu ada akhir pertemuan? Aku mau kamu duduk di sini. Tolong tekan tombol pause-nya, kita ngobrol semau kita."
"Tak akan pernah ada waktu yang kadaluarsa, kan? Waktu memang penipu ulung. Maka dari itu, hentikan sejenak, pegang pundakku."
"Jalani saja jika masih merasa nyaman. Tak perlu terburu-buru berpindah ke scene yang lain jika memang belum perlu."

Minggu, 28 Oktober 2012

Sajak Hujan

"Aku sudah pulang, Hujan.."
Aku pulang, di tanah Surabaya aku merasa telah meninggalkan hiruk pikuk super sibuk keseharian di tanah berjarak 90 kilometer. Sudah sangat gontai, sudah merasa penat teramat dan memang kubutuh rehat. Sudah sangat lemah dihunus kedinginan kota kecil yang bukan adaptasiku sejak lahir, iya, aku butuh panas untuk menetralisir.
Aku sudah pulang, aku sudah di tanah Surabaya. Aku kembali dengan sengaja melepas seluruh tracking bag bahkan aku datang bertelanjang kaki agar benar-benar steril. Dengan balutan secangkir kopi, sekali lagi kucoba memutar perlahan mesin waktu di tengah kota metropolitan mantan calon ibukota pengganti ini. Taman Bungkul, Balai Pemuda Surabaya, Monumen Bambu Runcing, Jembatan Plasa Surabaya, Makam Cina Kembang Kuning, Lokalisasi Dolly, Kebun Binatang Surabaya, Tunjungan Plaza.

Sabtu, 27 Oktober 2012

Sedang Bermimpi

Lalu muncul album re-arrangement ini


Kamu nyata, kamu datang malam ini. Kamu mendengar aku bicara, kamu melihat aku bercakap, kamu menikmati aku bernyanyi, kamu menadah aku bersandar.
Kamu nyata. Kamu datang malam ini. Kamu mengenalkan aku pada kumpulan langit malam yang jingga, pada rumah berdesain benteng kuno, pada jalanan bernama “Seram”, bahkan pada jalanan parkir yang sering dilanggar pejalan kaki seperti kataku.
Kamu mengenalkanku di jendela, di ujung sebuah lorong. Kamu memanggil kecil dari balik luar pintu ruang 211. Dan ketika kubuka, itu kamu, dan kamu nyata.

(Fahmi Rachman Ibrahim, 2012)

Senin, 22 Oktober 2012

Resolusi Gelas Kaca



Gelas kaca berlengan lumpuh pasca berlarian pagi
dengan pujaan hatinya meskipun tak tersampaikan kekagumannya,
dan dia berkeringat
Aku memberanikan diri untuk menyapanya,
dia hanya tersenyum menyimpulkan balasan
pada paras lesuku
Aku kasihan padanya,
tak pernah menyampaikan gelak rasanya
untuk kagumnya
Aku miris padanya,
kagumnya hanya sering berceloteh
tentang kagum yang lain, bukan padanya
Miris, bukan?
Dan dia semakin berkeringat,
lambat laun semakin luluh
dan kemudian lantah
Namun aku hanya sedang bercermin

(Fahmi Rachman Ibrahim, 2012)

Minggu, 21 Oktober 2012

#BubbleGum

Kenapa pakai hashtag #BubbleGum?
"Bubble". Sebuah gelembung, tentu sebuah zat padat yang rawan pecah karena sangat rapuh. Konversi ke kehidupan? Hati seperti gelembung, rentan cedera dan pecah jika lubang sedikit saja. Sangat rentan. Semakin ditiup, gelembung semakin besar. Hati yang semakin diberi harapan, maka akan semakin besar pula harapan yang tertanam.
Berikutnya, "Gum" yang berarti permen karet. Bersifat lengket, tak bisa habis, dan kemanisannya bisa semakin pudar. Semakin lama dikunyah, permen karet semakin lengket. Begitu juga cinta. Semakin lama dirasa, semakin kuat cinta tersebut. Permen karet tak pernah bisa habis wujudnya, tapi bisa habis kemanisannya. Cinta tak habis wujudnya, tapi bisa pindah objeknya.
Jadi, #BubbleGum dianalogikan sebagai cinta bisa habis jika tak dijaga kebesaran rasanya di dalam hati. Lengketkan!
Bubble Gum juga salah satu varian rasa minuman "Pop Ice" rasa permen karet. Sebelumnya, telah ada varian yang hampir sama rasanya. Sebelum Bubble Gum, ada varian rasa Vanilla Blue yang rasanya hampir sama dan ini menjadi varian favorit saya. Munculnya rasa Bubble Gum membuat rasa Vanilla Blue tak lagi berasa seperti semula, justru rasanya pindah ke Bubble Gum. Rasa Vanilla Blue menjadi aneh, dan saya berpindah mem-favorite-kan Bubble Gum. Bukan karena telah berpindah rasa, tapi karena Bubble Gum memiliki karakter rasa yang lebih kuat, dan beresensi tinggi.
Lalu, mengapa harus #BubbleGum?

(Fahmi Rachman Ibrahim, 2012)