NOW AVAILABLE! "DIALOG BISU"

Senin, 31 Oktober 2011

Oktober


Apa yang kalian lakukan?

Apa saja yang telah kalian lakukan?

Spesialkah bulan Oktober kalian?

Atau buruk?


Silakan kalian saling beradu teriakan

Oktoberku sangat sempurna, oh, mungkin hampir sempurna

Ini penutupannya, dan sangat sempurna meski belum terjadi apa-apa


Ibu mengulang umur untuk yang keempatpuluhtiga kalinya

Hari itu

Bulan ini


Juga kakak yang selesaikan penderitaan belajarnya selama empat kali duabelas bulan

Seorang ahli hitung

Dia hebat, sempurna


Sempat kujalani Oktober yang menyedihkan dan menjijikkan

Mengecewakan!

Namun inilah Oktober yang baru

Masih segar untuk kutarik napas

Oktober yang hampir sempurna, namun kukira tak seburuk bulan lainnya

Intinya, ini bulan terbaik tahun ini


Karena ada dia

Bukan seseorang yang baru, karena bukan tentang lama atau baru

Bukan seseorang yang pertama, karena bukan tentang pertama atau ke berapa

Dia itu satu, aku berusaha dan yakinkan dia yang terakhir


Bagaimana kalian?


(Fahmi Rachman Ibrahim, 2011)

Minggu, 30 Oktober 2011

Alun-Alun Kota Wisata

Mungkin selalu berpikir akan hambar hari ini. Ya, bukan hari baik seperti biasa, yang setiap detik sangat berhasil dikonversikan menjadi hal indah karena matanya. Panas, gerah, sangat berpeluh meski bungkam di bawah atap tinggalku. Aku bahkan belum bertemu hujan sejak aku tinggal di sini, sekali saja, kecuali saat aku singgah ke pusat perkotaan. Ah, peluhku semakin menjadi.

Ya, mulai terencana. Satu pertemuan lagi. Mungkin tak akan pernah bosan dengan satu per satu pertemuan ini, justru semakin kecewa saat ada akhir dari pertemuan di tiap satu hari.

Di tengah petang dan awan penuh abu-abu, kesibukan kendaraan bermotor yang beradu klakson di tengah kota, tetap kulanjutkan langkah menuju pertemuan ini, pertemuan dengannya. Menuju kota atas, kota tetangga. Taman wisata kota yang baru, sangat baru. Kami duduk di tepi kolam dengan pancuran kebahagiaan yang kami ciptakan sendiri. Gelembung sabun masih akrab menemani tiap pertemuan kami.

Romantis? Terlihat sedikit berlebihan dengan pernyataan itu. Memang yang terjadi demikian. Iringan lagu karawitan ciptaan bocah-bocah lugu sangat cocok, aku terkagum-kagum. Senyum itu masih sangat terekam dalam pikiran (aku tak suka menyebut otak), mungkin tak akan mampu luntur meski dipaksa.

Kami menikmati indahnya kota kecil itu di atas kincir raksasa, memutar perlahan, hanya kami berdua di dalamnya. Bertatap muka, tanpa berkata namun sangat bermakna. Membisikkan kata itu lagi, masih sama, namun bermakna selalu bertambah dan bertambah, indah.

Malam ini sempurna. Di tengah taman wisata kota. Dingin, menjadi panas oleh satu pembius semua manusia, cinta.


(Fahmi Rachman Ibrahim, 2011)

Kamis, 27 Oktober 2011

Tak Tahan Lagi

Jancok!

Tempat apa ini? Tak lebih buruk dari lokalisasi bahkan tempat perjudian! Di sini serba munafik dan sok pintar. Lihat, kalian dibesarkan dari planet berpendidikan. Bahkan kalian tak pernah merasakan panas di luar siang sekali pun, meski sedetik. Lihat?

Tempat ini lebih buruk dari neraka JAHANAM sekali pun! Penjual-penjual makanan ringan mengais receh di depan tempat kami, ya, ini tempat kami, TEMPAT KAMI...!

Kami peras peluh ibu bapak untuk menampar tempat ini dengan bermilyar-milyar Rupiah, dengan bertrilyun-trilyun keringat. Kami punya segala hak, kepemilikan di tempat ini. Kami punya!

Kalian? Pernahkah kalian peras peluh orang tua kalian seperti yang kami lakukan? Pernahkah kalian tampar kami dengan fasilitas-fasilitas terbaik? Hampir seluruh suguhan kalian itu WORST. Kalian bukan membayar, namun dibayar. Kalian itu BODOH! The best FREAKY PEOPLE that I ever known...

Jadi, kamilah yang harusnya menjalankan permainan ini, kalian sebagai pion yang menuruti kami. Bukan sebaliknya. Kalian tak pernah sadar dan paham tentang permainan ini. Kalian tetap bodoh.

Lihat, lelaki kecil menangis ketika kalian buang jajan jualannya. Kalian memang tak pernah lahir dengan organ tubuh sempurna, ya, tanpa hati.

JANCOK!


(Fahmi Rachman Ibrahim, 2011)

Senin, 24 Oktober 2011

Sunshine

Matahari memanggil

Sangat hangat membakar mimpi pagi di tengah liur ludah yang tertuang

Aku masih terlelap

Belum ingin terjaga


Lalu matahari memanggil, sekali lagi

Menampik selimut yang sengaja kurapatkan, kuhindari embun

Ya, embun memang jahat, tak pernah mengerti pagiku yang hangat

Matahari, muncul, bangun


Sunshine

Shining

Every single second

When I closed my eyes last night, and I greeted the moon

The moon was smiling to me

Closed my eyes slowly

And I’ve died last night


Ini seakan kehidupan lainku

Kini aku sebagai matahari

Aku

Hangatkan

Someone inside that window...


#np Garasi - Sunshine


(Fahmi Rachman Ibrahim, 2011)

SAC, Setelah Duapuluhtiga Itu

Lemah saat dipandang

Tapi mencuri pandang saat aku lengah

Saat kalah dalam debat, lebih memilih diam

Di waktu lain, aku yang selalu kalah berdebat


Kebiasaan yang unik

Mengekspresikan ke-grogi-annya dengan menarik rambutku

Tapi aku suka

Setelah itu, ia tersenyum simpul