NOW AVAILABLE! "DIALOG BISU"

Minggu, 08 Januari 2012

Ekspresif

Di sana aku sedang berpijak. Di tempat yang kamu bilang pijakan paling nyaman untukmu. Di tempat yang kamu bilang akan kamu kenalkan aku pada ibumu suatu saat nanti jika kamu siap. Maaf, sekali lagi.

Aku patahkan kamu lagi. Aku berhasil mengukir bekas tumpuan kakiku di rumahmu, yang kamu bilang tak akan siap mengajakku bercanda tawa saat ini. Kamu bilang, kelak, lekas, jika memang telah waktunya. Pun aku berhasil meraih kedua tangan kanan orang yang kamu cintai meski kamu beberapa kali dibuatnya memanen air mata. Ini seperti mimpi.


“Saat malam hatimu mencari dalam lelahmu memikirkanku. Namun aku yang ada di sini hanya terdiam dan membayangkan...

Seandainya kudapat menemanimu malam ini hilangkan sepi. Seharusnya ku ada di sisimu dan kuterjaga hingga kau terlelap mimpi...”

(The Titans – Seandainya.mp3)


Aku patahkan kamu, lagi-lagi lagi. Ya, sampai berkali-kali aku berhasil mematahkan satu-per-satu penamu. Ini bukan tanpa alasan. Ini yang harus aku lakukan, kupatahkan satu lalu selanjutnya lagi. Misiku memang itu, mematahkan hingga habis, lalu siap meminangmu di podium pernikahan kita, kelak. J


PS: Maaf mematahkan penamu lagi. Kali ini tintanya membekas di kakiku, dan sengaja kujejakkan di beranda rumahmu.


(Fahmi Rachman Ibrahim, 2012)

Sabtu, 07 Januari 2012

Refleksi Infeksi


Aku terinfeksi. Pada darah yang tak lagi merah, pada hujan yang tak lagi deras menghitam angan. Pada mimpi yang tak lagi pecah, pada angin yang tak lagi sepoi. Ini adalah refleksi sumber air yang ia kembalikan pada malam. Senja? Ia tetap berkutat pada sepi, menyusuri langkahku dari balik kaki-kaki patah yang sengaja kuseret. Sebenarnya, aku hanya berbohong. Tak kukatakan padanya bahwa kuhaus atas terik ini, aku hanya ingin bungkam sekali lagi. Iya, ini seperti yang kubaca darinya. Ini refleksi darinya. Ini cermin yang aku bayangkan, sengaja kutekan tombol print screen pada cermin itu, agar refleksinya berhenti, abadi, meskipun aku tengah berpindah jarak. Aku hanya ingin bayangan itu tetap di sana. Konstan.

Jumat, 06 Januari 2012

Maaf, Aku Terlambat

Maafkan aku,

karena terlambat memberi hangat di tiap pagimu


Maafkan aku,

karena terlambat menghancurkan kelammu jauh sebelum ini


Maafkan aku,

karena terlambat menghantui pikiran kosongmu


Maafkan aku,

karena terlambat menyadari tentang indahnya bermimpi


Maafkan aku,

karena terlambat memaki masa lalu untuk sebuah motivasi

Selasa, 03 Januari 2012

Belum Siap

Lalu aku melaknat mendung penadah hujan badai,

kepada desember, aku mencaci,

sebegitu sederhananya pergi dengan jejaring ombak

saat belum kutuntaskan ingus-ingus darah yang kucecerkan

di atas padang hutan

Gemerlap kebohongan yang ditawarkan pada kelabu masih segar kuhirup,

kubagi dengan senja yang sengaja menungguku hingga tertidur

Aku tak bodoh, justru itu semakin menguatkan aku dengan meneguk sebotol green sand


Sudah puas kau caci maki aku, desember?

Aku gagal, membuatmu tersenyum bangga dan mengkonversi tangis hinamu

tangis darah yang aku sendiri jijik untuk menjilatnya,

namun terpaksa kuminum perlahan tanpa gelas tanpa pegangan tangan

langsung dari tanahnya

Ini untukmu, desember!

Lalu hujan

Kita menangis di bawahnya

Setelah bulan itu, desember


#np Efek Rumah Kaca – “Desember”


(Fahmi Rachman Ibrahim, 2012)

Minggu, 01 Januari 2012

Selamat Datang

Tengah malam.

Merah-biru-hijau-kuning.

Rintik gerimis berkah doa?

Alunan jazz dan beberapa gamelan keroncong.

Lalu kembang api beterbangan.

Mengucapkan selamat datang pada jelangan pagi.


Di sampingku,

ada dia.

Ya, dia.


Terlihat sedikit lelah dan beku.

Menggelitik lutut yang kupunya.


Sudah tepat?

Selamat datang.


(Fahmi Rachman Ibrahim, 2012)