NOW AVAILABLE! "DIALOG BISU"

Minggu, 01 April 2012

Kalian dan De Javu


Kepada rakyat, kalian beraksi

Merogoh dan merampas yang mereka tinggikan, yang mereka mahalkan

Bukan! Kalian yang membuatnya melambung, kata mereka begitu

Ini tentang kesejajaran dan kesetaraan seperti paparan kalian

Tentang ketinggian rumah sementara hasil uang kami, kata mereka begitu

Lalu apa yang kami tagih? Apa yang ingin kami bantai? Kalian?


Kami rakyat, seperti dari mana kalian berasal dulu, dulu sekali, sebelum dompet kalian jauh lebih tebal dari malam ini

Uang? Mungkin juga banyak kartu-kartu gesek hasil utang negara

Kepada air mata peluh keringat yang kami peras, kalian kreditkan panci-panci stainless steel

Ini tentang apa? Kami bosan berkeringat berteriak menangiskan kepentingan golongan kami

Hmm? Golongan kami?


Ya, golongan kami, bukan semua rakyat, karena mereka bukan golongan kami

Kami rakyat, kami bukan rakyat bebas lepas, kami punya golongan yang mengikat ekor kami

Mengapa kami diikat? Katanya, agar tak lepas kendali saat ingin berekspresi, agar tak labil saat ingin mengambil

Mungkin bukan diikat, kami diwadahi


Kami dijanjikan, kami akan berorasi di depan wakil kami, mmm, namanya apa? Wakil rakyat?

Kami bergolongan

Yang kami teriakkan adalah untuk golongan kami, untuk membesarkan nama kami, ya, setidaknya ada dua per tiga bagian dari teriakan kami adalah untuk rakyat, itu juga setengahnya ikhlas


Orasi yang berisi aksi, orasi yang kata kalian tidak berisi

Memang, saat kalian berstatus sebagai kami, kalian lakukan hal serupa

Berdiri berdesakhimpitan, kepalkan tangan kanan meninju langit, tetes peluh yang mengalir bermerah legam

Seperti itulah kalian, ah, tapi itu sangat dulu, dulu sekali


Kalian sekarang sudah berkemeja, berdasi, juga berjas, dengan Blackberry yang setiap tiga detik berbunyi “ting tung ting tung...” saat paripurna, hahaha...

Diam! Aku malu!

Kalian sudah dipilih,

Ah bukan, kalian yang memaksa kami memilih, dengan iming-iming uang dua puluh ribu perak jika kami memilih, juga minyak goreng, pasta gigi, sabun colek, botol air mineral, semua dipenuhi wajah kalian yang harus kami pilih

Mau memaksa? Atau memang kalian ingin berpartisipasi duduk di ruang panas itu? Sebut saja ruang perdebatan

Yang kalian tangguhkan adalah bahu-bahu itu, nafas-nafas busuk yang menuliskan keribaan


Ya, kalian sudah lupa bagaimana di posisi kami dulu, kan?

Uang berkata!

Kepada kami, seperti masa lalu kalian, aparat-aparat itu mendobrak tubuh kami dengan tank-tank bersenjata


Sudahlah, lupakan saja

Itu hanya masa lalu kalian yang detik ini terlupakan, mungkin tersisihkan

Itu masa lalu kalian sebagai rakyat

Itu juga masa lalu kami, sebelum kami pun terpilih di jajaran kalian sampai saat ini

Ya, kami juga kalian, yang dipaksa mereka untuk keluar

Mereka, rakyat

Masa lalu kita


(Fahmi Rachman Ibrahim, 2012)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar