NOW AVAILABLE! "DIALOG BISU"

Rabu, 26 Desember 2012

Mayat Hidup


Selamat pagi, Embun. Cukup lama aku tak menyapamu, mungkin memang lama. Aku sedang sakit dan mungkin memang sedang kritis, aku terancam kehilangan beberapa organ tubuh vitalku; pandanganku mulai kabur dan tak lagi tajam, dokter bilang aku harus mencabut salah satu mataku atau kanker menjalar ke otak lalu aku menjadi mayat hidup; dokter bilang aku sedikit mati rasa, tak bisa lagi merasakan kesensitifan yang digadang-gadang oleh zodiakku sendiri bahwa aku adalah perasa ulung, aku harus mencabut satu-satunya hatiku; aku bahkan hampir tak bisa berpikir sempurna dan kehilangan daya abstraksi padahal ini adalah nilai tertinggi di tes IQ, iya, aku punya daya abstraksi yang terlampau tinggi dan itu hampir mati sekarang, dokter bilang aku harus memusnahkan otakku.

Pikirkan, aku akan menjadi sebuah benda mati yang hidup, atau setengah mati, atau hidup tapi mati, atau apalah terserah sebutannya. Mungkin aku tak akan pernah bisa menyapamu lagi di tiap pagiku, pagimu, atau yang pernah menjadi pagi kita. Kelak aku hanya akan bisa menulis ceritaku sendiri di dalam sisa-sisa otakku dengan merasakan sesuatu di dalam sisa-sisa hatiku sambil mengawasi sekeliling dengan sisa mata yang kupunya, ceritaku sendiri. Mungkin hanya aku yang akan dapat membaca dan menikmatinya, jangan mencoba memahaminya karena aku tak mau merusak jengahmu dengan ribuan abstraksi yang kuyakin tak sehebat milikku.
Aku benci mengatakannya, tapi aku masih merasa aku yang sebelum beberapa organku diambil. Aku masih bisa bernapas, aku masih bisa menyentuh, aku masih bisa berjalan, dan aku masih bisa menoleh ke arah malam. Hanya saja semua tak akan sesuai dengan kerja otak, hati, dan mata. Ah, malangnya aku, kelak aku akan semakin dihancurkan oleh badai-badai kecil yang sebenarnya tak berarti.
Pun ketika cerita ini kutulis, jangan pernah mencoba memahami kulitnya saja. Di balik lapisan epidermis ini masih tersimpan kisah yang sekali lagi hanya akan aku yang dapat memahaminya. So why don’t you all just shut the fuck up?  

(Fahmi Rachman Ibrahim, 2012)

1 komentar: