NOW AVAILABLE! "DIALOG BISU"

Rabu, 27 Oktober 2010

Wanita Berkerudung Ungu

Kulihat, bulan tertunduk sepi. Lalu sesaat ia berkata tanpa kutanya, "Aku hanya ingin teman". Aku pun menjawab dalam batin, coba kau panggil seorang kawan. Dan bulan mengerti apa yang kupikirkan. Ia memanggil hujan untuk menemaninya.
Hujan pun datang membawa dingin, menyapa, "Hai bulan, kau sendiri rupanya". Bulan menjawab dengan senyuman. Hujan memang datang menemani bulan, namun bulan tak tahu bahwa hujan telah membuat orang-orang menggigil kedinginan di malam hari. Bulan juga tak tahu, banyak makhluk resah karena hujan di malam hari. Mungkin egois, namun bulan terlambat untuk menyadarinya.
Aku pun begitu. Kurasakan malam begitu sepi, kutenggelam dalam kegelapan. Dingin pun senantiasa datang seakan mencambuk kulit. Di kejauhan kulihat seberkas cahaya bintang, menerangimu. Ungu, yang kulihat. Kusipitkan kelopak mataku, ya, berkerudung ungu.
Sesaat wajah itu melengok, tersenyum, dan mulai menghilang. Tak mau ditemani sepi, kukejar wanita itu. Aku mendekat, dan cahaya itu semakin terang. Pikirku, kau tak akan menjadi hujan, yang menemaniku, namun merugikan yang lain.
Wanita berkerudung ungu, dan itu kau.

(Fahmi Rachman Ibrahim, 2010)

3 komentar:

  1. nice :)
    tapi masih terlalu terikat sama sastra lama yah sepertinya ?
    ga ada yang salah sih ..
    tapi kalo gaya tulisannya tetep gini . jarang ada yang minat , Teman :)

    BalasHapus
  2. kini hujan dan bulan bersenandung riang bersama, ibarat separuh malam terukir dengan gerimis manjanya, sedang yang lain tetap berkelip sebab sinarku

    BalasHapus