“Kita seperti embun dan matahari, aku menyejukkanmu dan kamu menghangatkan aku. Tidak ada pagi yang cerah tanpa kita.”
Aku mencintaimu, embun
Pagi buta, kaucuri start di saat semua sedang lelap
Telah berkeliaran membasahi daun-daun malam
Menjaga tidur budak-budak bangsa, mungkin mencoba hapus lelah mereka
Bekukan air mata bekas tangis derita penyesalan semalam
Aku rindu Ibu, juga rindu betapa panasnya tempat lahirku
Embun,
Bedakan cuaca dengan tempat lahirku
Embun beku tak lagi sekadar sejuk lalu mematikanku dengan satu rasa
Cinta
Kau mencintaiku, matahari
Seperti pelumpuh dingin di gelap fajar, di tengah subuh saat kaubasuh air wudhu
Setengah dari pagi ini kauhangatkan dengan api besar yang tak tampak hebat
Ya, sangat remeh dan terlihat setitik kuman dari tempat kita berdiri
Jangan remehkan!
Coba saja menatapnya mata telanjang, tak kujamin matamu bertahan hidup-hidup
Segala yang tercipta tumbuh darinya, matahari
Kita berhenti melangkah jika matahari tak berkobar dengan lantang
Matahari,
Aku rindu
Hangat pelumpuh beku tak pernah gagal menorehkan satu rasa
Cinta
(Fahmi Rachman Ibrahim, 2011)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar