Jadi, 500 detik itu berharga sekali
Malam ini, lagi-lagi menabrak pandangannya,
memaksanya untuk kuat melihat serta meraih cahaya mata itu
Meski sebelumnya tak pernah nyata dan selalu sementara
Di 20 detik pertama,
memang belum terlihat apapun, masih belum berubah sedikit pun
Wajahnya tetap seperti apa yang kusuka
Senyumnya?
Sama, masih seperti yang kusuka
Di 80 detik kedua,
lalu kucoba bereksperimen
Kubayangkan guratannya itu orang lain
Gagal
Ia tetap masih sama
Tetap sama
Bahkan sorot itu tak pernah bisa terwakili
Menjelang 500 detik,
ia mulai panik
Alibinya, ia takut aku lelah,
lelah menghadapi apa yang kutantangkan pada dunia
Ia terlihat melemah, seperti biasa,
telah berpijak tepat di detik ke-500, ia sudahi
inilah angka terbesarnya
Katanya,
ia akan bisa lebih lama lagi
Benar atau tidak, aku tetap gila malam ini
karena senyumnya
hingga di detik ke-500
(Fahmi Rachman Ibrahim, 2011)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar