Kenapa pakai
hashtag #BubbleGum?
"Bubble".
Sebuah gelembung, tentu sebuah zat padat yang rawan pecah karena sangat rapuh.
Konversi ke kehidupan? Hati seperti gelembung, rentan cedera dan pecah jika
lubang sedikit saja. Sangat rentan. Semakin ditiup, gelembung semakin besar.
Hati yang semakin diberi harapan, maka akan semakin besar pula harapan yang
tertanam.
Berikutnya,
"Gum" yang berarti permen karet. Bersifat lengket, tak bisa habis,
dan kemanisannya bisa semakin pudar. Semakin lama dikunyah, permen karet
semakin lengket. Begitu juga cinta. Semakin lama dirasa, semakin kuat cinta
tersebut. Permen karet tak pernah bisa habis wujudnya, tapi bisa habis
kemanisannya. Cinta tak habis wujudnya, tapi bisa pindah objeknya.
Jadi, #BubbleGum dianalogikan sebagai cinta bisa habis jika tak dijaga kebesaran
rasanya di dalam hati. Lengketkan!
Bubble Gum juga
salah satu varian rasa minuman "Pop Ice" rasa permen karet.
Sebelumnya, telah ada varian yang hampir sama rasanya. Sebelum Bubble Gum, ada
varian rasa Vanilla Blue yang rasanya hampir sama dan ini menjadi varian
favorit saya. Munculnya rasa Bubble Gum membuat rasa Vanilla Blue tak lagi
berasa seperti semula, justru rasanya pindah ke Bubble Gum. Rasa Vanilla Blue
menjadi aneh, dan saya berpindah mem-favorite-kan
Bubble Gum. Bukan karena telah berpindah rasa, tapi karena Bubble Gum memiliki
karakter rasa yang lebih kuat, dan beresensi tinggi.
Lalu, mengapa
harus #BubbleGum?
(Fahmi Rachman Ibrahim, 2012)