Aku, siapa bilang aku duapuluhtiga?
Aku masih sama, masih seperti sejak aku dimuntahkan ke dunia ini
Aku masih tak berubah dari ketertarikan magnet kutub selatan yang merapatkan badai
Aku tak pernah berubah
Aku tetap bukan duapuluhtiga yang kausebut dan selalu seperti itu
Aku tetap bukan
Aku ini masih pecundang yang rela memakan sampah agar bertahan hidup
Aku berbohong, itu hanya menunda kematianku saja, kan?
Aku bangun
Aku masih tak pernah terpikir bagaimana hidupmu kelak
Aku bahkan belum menggambar hidupku kelak
Aku hanya ingin, kita gambar hidup kita bersama, kelak
Aku bukan duapuluhtiga, sama sekali bukan
Aku adalah tujuh
Aku beda
Aku tujuh, dan caraku mencintaimu sangat beda
Aku tujuh, aku mencintaimu seperti angin yang melewati jendela
Aku tujuh, aku mencintaimu saat adzan subuh melantunkan nada
Aku tujuh
Namun aku mencintaimu, hanya satu
(Fahmi Rachman Ibrahim, 2011)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar