Kamis, 07 Juli 2011
Nol Tujuh Nol Tujuh
Negeri mimpi mulai mati, mual terasa saat hari penjemputanku malam ini
Oleh alam yang sedang mengamuk, banjir menerpa angan saat kuhisap darah pahlawan
Lunar hambar masih segan untuk mampir menengok adik yang tak terpedulikan sore
Tak bisa kupaksa kepalaku, masuk ke dalam peti mati
Urat-urat nadi pun telah kupaksa putus dan tercecer darah-darah busuk
Jutaan malam mungkin telah kulewati, namun hanya sia-sia nafas yang kuhembus
Utuh atau buram pun tak masalah bagiku, yang terpenting adalah nafasku menipis
Hamparan padang galau mulai membeberkan keburukan dan dosa-dosaku sebelum ini
Nominal nilai untuk jumlah cita-cita telah benar-benar membusuk karena duri mawar hitam
Oposisi yang diajukan oleh rakyat sepi juga tak menghalau bulan untuk bertengger malam itu
Lelah, mungkin harus kulepas nafasku, pergi menuju kematianku
Telah lama kunanti penjemputan ini, akhirnya kujumpa ia bukan saat yang tepat
Utamakan yang kumiliki untuk kulepas sejenak,
Juga kulepas penat yang akan menarik kakiku saat hampir kupijak tanah neraka
Upaya ini selalu sia-sia,
Hening yang menyambut seakan benar-benar mematikanku, malam ini
-------
Tolong hentikan malam ini, hentikan semua yang menutup wajah munafik ini. Aku hanya tak ingin mereka lambaikan tangan saat kematianku. Aku juga tak butuh lolongan panjang mereka yang bullshit tak karuan. Aku hanya ingin tidur, selamanya.
(Fahmi Rachman Ibrahim, 2011)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
bangunlah ketika kau kiranya telah sampai di gerbang ajalmu
BalasHapusyang membunuh dosa-dosa serta merta kebusukanmu kemarin
nantikan saat tubuhmu mewangi sebab keikhlasan yang terburai dari hati mereka yang menyanyangimu
terbanglah pula dengan sayap mereka, sayap keikhlasan yang khusus mereka rajutkan untukmu
dan kurasa malam itu memang milikmu namun bukan untuk menyambut kematianmu yang abadi ...