Beauty of Goa Cina Beach (Part 2), Malang, Indonesia (Model by: Najelina Ruth Jessica S.) |
Aku mulai membenci hujan, sudah tak seindah dulu yang datang sesuai dengan petikan jariku saat aku memang ingin dia datang. Seperti dulu yang selalu menunggu kupanggil untuk kemudian mengejarku dan berebut membasahi tanah kerontang di sekelilingku. Entah, tapi memang hujan tak sekonsisten dulu, dia mulai menyusun berkas-berkas jenuhku padanya yang kemudian membuat aku berontak pada malam karenanya. Aku selalu meninggalkan jejak pada tanah basah yang tak kuingin kutinggalkan jejakku.
Aku mulai membenci hujan, terutama saat dia mulai sering datang tak tepat waktu atau menjebakku sembarangan. Pernah sesekali aku berpikir, hujan tak lagi menurut padaku seperti sejak kujemput dia Oktober silam kemudian bersedia kuperbudak. Hanya saja, aku adalah tuan budak yang tak pernah kejam, setidaknya seperti itu penilaian subjektifku. Dia mulai membangkang, datang tak tepat waktu dan bahkan mulai terkenal di pemberitaan media karena mencelakai kendaraan maupun manusia. Ah, sejenak aku menyesal pernah memperbudaknya, namun sejarah tak boleh dikecewakan.
Aku mulai membenci hujan, saat aku menikmatinya sendirian. Bukan, aku bukan sedang kesepian atau apapun jenisnya, hanya saja aku rindu pada sosok terang yang pernah beberapa kali menemani tenggelam dalam hujan. Aku mulai membenci hujan, saat aku sendiri, tanpa kamu. Kamu, di mana? Ini, hujannya segera datang, jangan berdiri sendiri, kita nikmati hujan sambil bermain menghitung mobil yang lewat, menebak berapa banyak mobil-warna-apa yang lewat, atau permainan kurang penting lainnya yang sangat penting untuk kita. Untuk hujan, jangan datang dulu, dia belum datang.
(Fahmi Rachman Ibrahim, 2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar