Aku masih belum bisa mencerna apa yang sulit aku makan,
aku memang tak pernah melakukan yang terbaik
Ini yang kausebut menang?
Aku bahkan tak paham terhadap apa yang telah kuhirup,
saat itu aromanya sarapan pagi bumbu pecel
sementara aku belum memakan satu sentipun
Aku tidak berkata ini sudah habis, aku tidak berpihak pada malam
yang kini selalu bersahabat denganku,
mungkin tidak selalu, namun sering ia menengok aku di tengah sepiku
Bertukar hembus nafas yang akhirnya berembun pada lenguh
Beberapa detik aku menyapa pada gerimis yang menyertakan badai
lalu menyusul pada hujan deras dengan tangisan parau
Ini yang dinamakan kalbu?
Kepada angin aku berteriak
“AKU LAPAR!”
(Fahmi Rachman Ibrahim, 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar